SUMENEP, MaduraPost – Kinerja para Pendamping Desa di Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, tengah menjadi perbincangan hangat. Mereka dinilai kurang memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.
Seorang aktivis asal Kepulauan Sapeken, Ahyatul Karim, mengungkapkan kritik tajam terhadap keberadaan Pendamping Desa yang dianggap kurang aktif di lapangan.
Ia menyoroti jarangnya mereka hadir di kantor maupun turun langsung ke pulau-pulau yang memerlukan pendampingan.
“Pendamping Desa memiliki tugas penting dalam mendukung pembangunan desa, tetapi yang terjadi, mereka justru lebih sering tidak ada di tempat dan kurang memberikan dampingan nyata,” ungkap Karim, Rabu (19/2).
Karim menjelaskan, bahwa Pendamping Desa merupakan bagian dari program yang bertujuan mempercepat pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kehadiran mereka belum dirasakan secara optimal.
“Berdasarkan regulasi yang ditetapkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, mereka seharusnya membantu pemerintah desa dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan pembangunan,” jelasnya.
Selain itu, ia menambahkan, bahwa tugas Pendamping Desa tidak hanya sebatas memberikan bimbingan terkait pengelolaan anggaran desa, tetapi juga memastikan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap kegiatan pembangunan serta mendorong inovasi.
“Mereka seharusnya berada di tengah-tengah masyarakat, memberikan arahan langsung dalam berbagai aspek, mulai dari sosial, ekonomi, hingga infrastruktur desa,” lanjutnya.
Sebagai aktivis yang peduli terhadap kemajuan Kepulauan Sapeken, Karim mengaku kecewa dengan kinerja para Pendamping Desa yang menurutnya masih jauh dari harapan.
“Pendamping Desa seharusnya membawa perubahan dan memajukan potensi lokal, bukan malah jarang berkunjung ke pulau-pulau yang sangat membutuhkan perhatian,” tegasnya.
Lebih lanjut, Karim menilai banyak Pendamping Desa yang hanya sekadar datang, melakukan sosialisasi singkat, berfoto, dan kemudian meninggalkan lokasi tanpa memberikan dampak berarti.
“Mereka semestinya lebih banyak hadir secara fisik untuk memberikan pendampingan yang nyata, bukan hanya simbolis,” paparnya.
Menurutnya, kondisi geografis dan sosial Kecamatan Sapeken yang terdiri dari banyak pulau, membutuhkan pendekatan yang lebih serius dan berkelanjutan.
“Pendamping Desa harus mampu menjadi motor penggerak yang memastikan anggaran desa digunakan dengan efektif serta membantu masyarakat dalam memanfaatkan potensi lokal secara maksimal,” pungkasnya.
Menanggapi kritik tersebut, Koordinator Kabupaten (Koorkab) Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Sumenep, Moh. Ilyas, memberikan klarifikasi terkait tugas dan kewajiban Pendamping Desa di Kecamatan Sapeken.
Ia menjelaskan bahwa wilayah tersebut memiliki 11 desa yang tersebar di berbagai pulau.
“Dari 11 desa tersebut, hanya ada dua Pendamping Desa (PD) dan tiga Pendamping Lokal Desa (PLD), di mana masing-masing PLD mendampingi maksimal empat desa,” ujarnya, Selasa (18/02/2025).
Ilyas menerangkan, bahwa PD memiliki kewajiban mengunjungi desa minimal 10 kali dalam sebulan, sementara PLD wajib melakukan kunjungan sebanyak 15 kali per bulan.
“Mereka melakukan kunjungan secara bergilir. Jika ada anggapan mereka tidak ke kantor, perlu diketahui bahwa PLD memang tidak memiliki kantor tetap. Mereka lebih sering berada di Kantor Pemerintah Desa (Pemdes) atau langsung ke lapangan tempat kegiatan desa berlangsung,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ilyas mengungkapkan, bahwa tugas pendampingan berbasis kegiatan, bukan berdasarkan kehadiran di kantor. PLD akan mendampingi setiap kegiatan desa, dan setelah selesai, mereka tidak diwajibkan untuk tetap berada di lokasi.
“Pendampingan yang dilakukan berbasis tahapan pembangunan desa, sehingga mereka bekerja sesuai kebutuhan dan melaporkan hasilnya melalui Sistem Informasi Desa (SID),” katanya.
Ia juga menuturkan, bahwa salah satu tugas penting PLD adalah memfasilitasi perencanaan dan memastikan program desa berjalan sesuai rencana.
“PLD turut berperan dalam penyusunan Peraturan Desa (Perdes) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), serta membantu proses Musyawarah Desa (Musdes) dalam menentukan kebijakan pembangunan,” tambahnya.
Meskipun mendapat kritik, Ilyas menilai, bahwa kinerja Pendamping Desa di Kecamatan Sapeken tergolong baik. Hal ini dibuktikan dengan cepatnya pengajuan pencairan Dana Desa (DD) tahun 2025 dari wilayah tersebut.
“Pengajuan yang lebih awal menunjukkan bahwa Musyawarah Desa (Musdes) dilaksanakan tepat waktu sesuai prosedur. Ini menjadi salah satu indikator bahwa PLD bekerja dengan baik,” jelasnya.
Terkait inovasi pembangunan desa, Ilyas menuturkan bahwa seluruh program pembangunan telah dirancang melalui Musdes. Pendamping Desa hanya bertugas untuk memfasilitasi dan memberi usulan, sementara pelaksanaan tetap menjadi tanggung jawab Pemdes.
“Program inovatif di desa bukan hanya tanggung jawab PLD, tetapi merupakan hasil musyawarah bersama antara masyarakat, tokoh desa, dan perwakilan kelompok lainnya,” ujarnya.
Namun, Ilyas juga membuka ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan laporan jika ada pendamping yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik.
“Jika ada PLD yang tidak bekerja sesuai fungsinya, silakan laporkan kepada kami secara tertulis. Kami akan menindaklanjutinya dengan serius,” tandasnya.***