SAMPANG, MaduraPost – Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang, Syarif, menegaskan bahwa pernyataan Pj Kades Karang Penang Onjur, Yasid Bustomi, terkait penerapan sistem satu pintu dalam pelayanan akad nikah tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Pernyataan tersebut sebelumnya dilontarkan Pj Kades dalam menanggapi keluhan warga terkait pelayanan administrasi pernikahan yang dinilai berbelit. Yasid menyebut bahwa sistem satu pintu itu merupakan hasil kesepakatan antara pihak desa dan KUA.
Namun, Syarif secara tegas membantah hal itu. Ia mengatakan bahwa tidak pernah ada kesepakatan resmi tentang penerapan sistem satu pintu dalam pelayanan pernikahan di KUA Karang Penang.
“Itu tidak benar. Sampai hari ini, kami belum pernah menetapkan atau menyepakati sistem satu pintu dengan pemerintah Desa Karang Penang Onjur,” ujar Syarif saat ditemui di NikiKopi Sampang, Selasa (15/6/2025).
Menurut Syarif, kendala yang terjadi selama ini bukan karena sistem, melainkan minimnya koordinasi dari pihak desa, khususnya dalam penunjukan petugas lapangan yang bisa menjadi penghubung langsung antara masyarakat dan KUA.
“Banyak pihak ketiga yang mendaftarkan akad nikah ke KUA, dan tidak semuanya bisa kami hubungi ketika pelaksanaan. Ini menyulitkan kami, apalagi kalau ada berkas yang kurang atau ada perubahan mendadak,” jelasnya.
Syarif menegaskan bahwa KUA hanya meminta setiap desa menunjuk satu orang yang bisa bertanggung jawab dalam pelaksanaan teknis akad nikah di lapangan—bukan untuk pendaftaran.
“Yang kami perlukan itu petugas lapangan yang jelas, bukan sistem satu pintu. Karena kalau tidak ada yang bisa kami hubungi, maka proses pelayanan bisa terhambat,” tambahnya.
Ia mengaku, pihaknya sudah menyampaikan permintaan tersebut kepada Sekretaris Desa Karang Penang Onjur, namun hingga saat ini belum ada surat penunjukan resmi dari desa.
“Sampai hari ini belum ada surat yang menyatakan siapa penghubung resmi dari pihak desa. Padahal itu penting agar pelayanan bisa berjalan lancar,” katanya.
Lebih lanjut, Syarif mengusulkan agar desa menerapkan sistem pelayanan terpadu seperti di daerah lain, di mana semua proses pernikahan—mulai dari pemeriksaan kesehatan, bimbingan perkawinan (Binwin), hingga akad nikah—disiapkan secara satu paket.
“Dengan sistem seperti itu, pelayanan lebih efisien, dan masyarakat juga tidak bingung,” pungkasnya.***






