SUMENEP, MaduraPost – Proses pembangunan gerai Mie Gacoan di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, telah mencapai sekitar 35 persen.
Keberadaan restoran ini, yang berlokasi di pusat kota, diperkirakan akan membawa pengaruh besar terhadap perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) setempat.
Aktivis asal Sumenep, Andi Irawan, menyoroti bagaimana dampak kehadiran Mie Gacoan terhadap ekosistem bisnis lokal.
Ia mengingatkan bahwa sejak menjabat sebagai Wakil Bupati pada 2014, Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo telah berupaya mendorong pertumbuhan UMKM di daerah tersebut.
“Sekarang tinggal kita lihat, apakah Mie Gacoan bisa bertahan lama di Sumenep. Jika mampu bertahan, maka ada kemungkinan besar UMKM lokal akan terdampak negatif,” ujarnya pada wartawan, Kamis (6/2).
Menurutnya, strategi pemasaran yang agresif serta harga yang lebih kompetitif membuat anak muda cenderung lebih memilih produk dari brand besar ketimbang warung kecil yang menjual makanan tradisional.
“Hal ini bisa menyebabkan berkurangnya pelanggan di warung-warung mi lokal yang khas. Dampak yang ditimbulkan oleh Mie Gacoan terhadap UMKM cukup kompleks,” kata Andi.
Ia menjelaskan, bahwa di satu sisi, kehadiran restoran ini berkontribusi pada perekonomian daerah dengan membuka lapangan kerja dan memberikan peluang bagi pemasok lokal.
Namun, di sisi lain, persaingan yang ketat berpotensi membuat usaha kecil sulit bertahan.
“Jika UMKM ingin tetap bertahan dan berkembang, mereka harus mampu beradaptasi dengan tren pasar. Menggunakan strategi pemasaran modern serta menjaga keunikan produk bisa menjadi kunci. Persaingan bukan hanya soal harga, tetapi juga soal pengalaman dan kualitas yang diberikan kepada pelanggan,” tegasnya.
Andi juga mempertanyakan apakah UMKM di Sumenep mampu bersaing dengan kehadiran Mie Gacoan atau justru akan banyak yang mengalami kesulitan.
“Ketika konsumen mulai terbiasa dengan konsep dan cita rasa Mie Gacoan, mereka bisa saja menganggap warung mie tradisional kurang menarik atau ketinggalan zaman. Ini berpotensi menurunkan minat terhadap varian mi khas daerah yang dijual oleh UMKM,” jelasnya.
Meski demikian, ia menambahkan, bahwa UMKM lokal masih memiliki peluang bertahan dengan menerapkan strategi diferensiasi.
“Misalnya, dengan menghadirkan cita rasa khas daerah, memberikan pelayanan yang lebih personal, atau menciptakan konsep unik yang sulit ditiru oleh jaringan restoran besar. Pertanyaannya sekarang, mampukah UMKM lokal kita menghadapi tantangan ini?,” pungkasnya penuh heran.***