SAMPANG, MaduraPost — Penyelidikan dugaan korupsi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun anggaran 2020 di Kabupaten Sampang memasuki babak baru. Kejaksaan Negeri Sampang resmi menahan empat orang yang diduga terlibat dalam rekayasa pengadaan proyek senilai Rp 12 miliar.
Namun, penyidik memberi sinyal kuat bahwa perkara ini belum selesai—dan bisa menyeret nama-nama lain.
Penahanan dilakukan usai berkas perkara dinyatakan lengkap, Rabu (19/11/2025).
Keempat tersangka keluar dari ruang penyidik dengan rompi tahanan, tangan diborgol, dikawal ketat menuju mobil tahanan. Dua di antaranya adalah pejabat kunci Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sampang: Moh Hasan Mustofa (MHM), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Sekretaris Dinas, serta Ahmad Zahron Wiami (AZW), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) merangkap Kepala Bidang Jalan dan Jembatan.
Dua tersangka lainnya adalah Khoirul Umam (KU), direktur perusahaan rekanan, serta Slamet Iwan Supriyanto (SIS) alias Yayan, sosok broker yang diduga menjadi penghubung dalam pengaturan paket proyek.
Modus Pecah Paket untuk ‘Pengadaan Langsung’
Kasus ini bermula dari pengelolaan Dana Insentif Daerah (DID) tahap II yang diterima Pemkab Sampang pada 2020 untuk program PEN. Dana tersebut dialokasikan untuk 12 proyek pembangunan jalan jenis lapen, masing-masing bernilai Rp 1 miliar.
Namun penyidik menemukan bahwa seluruh paket pekerjaan dipecah agar masuk kategori pengadaan langsung. Praktik ini dinilai melawan ketentuan Perpres 16/2018 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Tanpa lelang, ruang pengaturan pemenang terbuka lebar.
Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur menguatkan dugaan penyimpangan itu. Pemeriksaan fisik proyek bersama ahli konstruksi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan kualitas pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 2,9 miliar.
Selain menetapkan tersangka, penyidik menyita uang Rp 641 juta yang disebut berasal dari hasil tindak pidana korupsi.
Kasus Lama yang Menyeret Banyak Nama
Nama Hasan Mustofa sebenarnya sudah berstatus tersangka sejak Maret 2025. Berkas perkaranya sempat bolak-balik antara Polda Jatim, Kejati Jatim, hingga akhirnya dilimpahkan ke Kejari Sampang. Lamanya proses penyidikan disebut terkait kebutuhan pendalaman audit dan pemeriksaan para saksi.
Kepala Kejari Sampang, Fadhilah Helmi, menyatakan penahanan empat tersangka bukan akhir dari penelusuran.
“Nanti dilihat di persidangan bagaimana. Itu bisa berkembang,” ujarnya.
Penyidik menunggu fakta-fakta baru yang berpotensi membuka keterlibatan pihak lain.
Pernyataan itu mengisyaratkan bahwa rangkaian pengaturan proyek tahun 2020 tak dilakukan sendirian. Ada dugaan adanya aktor lain yang berperan dalam proses pecah paket maupun aliran dana selama proyek berjalan.
Jeratan Hukum dan Penahanan
Keempat tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta subsider Pasal 3 UU Tipikor. Mereka dititipkan di Rutan Kelas IIB Sampang untuk penahanan awal selama 20 hari, terhitung 19 November hingga 8 Desember 2025.
Meski proses hukum bergulir, publik Sampang kini menanti apakah pengungkapan perkara ini akan berhenti pada empat tersangka atau melebar mengungkap struktur korupsi yang lebih besar. Dengan sinyal terbuka dari Kejari, sidang nanti diperkirakan menjadi panggung penting bagi terkuaknya alur persekongkolan dana PEN yang semestinya digunakan untuk pemulihan ekonomi di tengah pandemi.






