Headline

Kisruh Pengrusakan Lahan Pertanian di Desa Badur Memanas, Warga Turun Jalan Kritik Langkah Kejari Sumenep

Avatar
×

Kisruh Pengrusakan Lahan Pertanian di Desa Badur Memanas, Warga Turun Jalan Kritik Langkah Kejari Sumenep

Sebarkan artikel ini
MEMANAS. Aksi demonstrasi warga Desa Badur, Kecamatan Batuputih, Sumenep, saat cekcok dengan salah satu jaksa yang menemui massa aksi. (M.Hendra.E/MaduraPost)

SUMENEP, MaduraPost – Persoalan perusakan lahan pertanian di Desa Badur, Kecamatan Batuputih, Sumenep, yang melibatkan lima perangkat desa, semakin menuai perhatian publik.

Langkah Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep yang mengembalikan berkas perkara (P19) ke Polres Sumenep memicu protes dari masyarakat, menimbulkan dugaan adanya celah hukum untuk membebaskan para tersangka.

Puluhan warga Desa Badur yang tergabung dalam masyarakat Batuputih menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kejari Sumenep, Jumat (6/12/2024) sore.

Mereka mempertanyakan alasan pengembalian berkas perkara yang sebelumnya diajukan oleh Polres.

“Kenapa berkas ini dikembalikan? Padahal kelima tersangka sudah ditetapkan sebagai pelaku tindak pidana berdasarkan Pasal 406 jo 170 KUHP,” ujar Mahmudi, koordinator aksi, di tengah orasi, Jumat (6/12).

Ia juga menambahkan, bahwa gugatan praperadilan yang diajukan oleh para tersangka telah dimenangkan oleh pihak kepolisian.

Baca Juga :  Pemkab Tak Mampu Bayar Pajak Kendaraan Dinas, Bupati Raih Penghargaan Inovatif 2023

“Ini benar-benar mencurigakan,” lanjutnya.

Mahmudi memperingatkan bahwa jika hingga 14 Desember 2024 berkas perkara tidak dinyatakan lengkap (P21), masa penahanan para tersangka akan berakhir, dan mereka harus dibebaskan. Hal ini dianggap sebagai ancaman terhadap upaya penegakan hukum.

Rencana Massa untuk Bertahan

Demonstrasi yang berlangsung hampir satu jam itu diwarnai rencana massa mendirikan tenda di depan kantor Kejari sebagai bentuk protes.

Pasalnya, hanya Jaksa R Teddy Romius yang menemui massa aksi, sementara tokoh-tokoh utama Kejari, seperti Kasi Pidum Hanish Hermawan, Kasi Intel Moch. Indra Subrata, atau Kajari Sigit Waseso, tidak hadir.

“Kejaksaan sepertinya sengaja mengulur waktu demi menyelamatkan para tersangka dari jerat hukum,” teriak Maksum Alwi, salah satu orator.

Dalam aksi tersebut, Zainal Arifin, seorang peserta, meminta pemerintah pusat turun tangan.

Baca Juga :  Fraksi Gerindra Ingatkan Janji Kampanye Bupati dan Wakil Bupati Pamekasan

“Kami mohon perhatian Presiden Prabowo Subianto untuk mengawasi praktik hukum di daerah ini,” serunya lantang.

Penjelasan dari Kejaksaan

Jaksa R Teddy Romius menjelaskan, bahwa ketidakhadiran pimpinan Kejari pada hari itu dikarenakan adanya acara pernikahan di Sidoarjo yang dihadiri oleh sebagian besar staf.

“Saat ini, hanya saya yang berada di kantor. Yang lain menghadiri resepsi di luar kota,” katanya.

Ia menyarankan massa untuk kembali pada Senin, 9 Desember 2024, agar bisa bertemu dengan pejabat yang lebih berwenang memberikan penjelasan.

Latar Belakang Kasus

Kasus ini bermula dari laporan seorang petani, H. Nawawi, yang menuduh lima perangkat desa berinisial Y, H, S, SH, dan M merusak lahan miliknya seluas 1.249 m².

Kejadian tersebut berlangsung pada 27 April 2024, ketika para tersangka menimbun bibit padi Nawawi dengan tumpukan bata putih.

Baca Juga :  Kepala Dinas PUPR Kabupaten Pamekasan Mengucapkan Selamat Hari Raya IDUL FITRI 1 Syawal 1441 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin

Para tersangka ditahan oleh Polres Sumenep pada 16 Oktober 2024 setelah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan. Mereka dijerat Pasal 406 jo 170 KUHP tentang perusakan barang dan pengeroyokan, dengan ancaman hukuman penjara hingga lima tahun enam bulan.

Dugaan Manipulasi Hukum

Langkah Kejaksaan mengembalikan berkas perkara ke Polres dengan alasan kelengkapan dokumen dipertanyakan. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa batas waktu penahanan yang tidak dimanfaatkan optimal akan berujung pada pembebasan tersangka demi hukum.

“Kami hanya ingin hukum ditegakkan. Jika ada permainan, ini bukan hanya soal kasus Nawawi, tetapi menyangkut integritas hukum di Sumenep,” tegas Mahmudi.

Kasus ini menjadi ujian besar bagi institusi penegak hukum di Sumenep, sekaligus cerminan bagaimana keadilan dapat terancam oleh permainan hukum yang tidak transparan.***

>> Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita madurapost.net Goggle News : Klik Disini . Pastikan kamu sudah install aplikasi Google News ya.