SUMENEP, MaduraPost – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep, Madura, Jawa Timur, telah menuntut lima tersangka kasus pengrusakan lahan di Desa Badur, Kecamatan Banyuputih, dengan hukuman masing-masing 8 bulan penjara.
Menanggapi dugaan suap yang beredar terkait tuntutan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sumenep, R. Teddy Romius, melalui Kasi Intel, Moch. Indra Subrata, dengan tegas membantahnya.
“Saya sudah tanyakan kepada teman-teman apakah dugaan itu benar atau tidak, ternyata informasi itu tidak benar (hoaks),” kata Indra dalam keterangan resminya pada MaduraPost di Kantor Kejari Sumenep, Rabu (5/2).
Ia menjelaskan, bahwa dalam penanganan kasus tersebut, pihak Kejari Sumenep selalu melayani dengan baik sesuai prosedur hukum yang berlaku, meskipun sering kali ada tekanan dari pihak luar.
Dia mengungkapkan, bahwa pihak keluarga korban yang diwakili oleh Mahmudi dan menantunya sempat mendatangi Kejari Sumenep, menginginkan agar hukuman terhadap lima terdakwa bisa lebih dari satu tahun.
Bahkan, menurut Indra, ada seorang mantan kepala desa yang juga menghubungi jaksa R. Teddy Romius untuk meminta agar tuntutan terhadap para terdakwa dimaksimalkan.
Menurut Indra, tuntutan semacam itu sering kali muncul dari orang yang tidak memahami hukum, dan pihaknya tetap berpegang pada fakta-fakta yang ada di persidangan.
“Kami melaksanakan tuntutan sesuai fakta di persidangan, dengan mempertimbangkan kerugian yang hanya Rp 3 juta,” ungkapnya.
Indra juga menjelaskan, meskipun Mahmudi sering menghubungi jaksa R. Teddy Romius, bahkan mendatangi rumahnya setelah demonstrasi pada Desember 2024, ia tetap menolak untuk bertemu secara pribadi dan hanya bersedia melayani di kantor Kejari Sumenep.
“Jangan menuduh orang sembarangan, telusuri dulu faktanya,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Indra mengingatkan masyarakat untuk tidak terpengaruh oleh isu-isu yang tidak jelas kebenarannya.
Ia berharap, kasus pengrusakan lahan di Desa Badur dapat berjalan sesuai dengan proses persidangan dan mengajak semua pihak untuk mengikuti perkembangan yang berjalan di pengadilan.
Sebelumnya, pihak pelapor, Nawawi, serta keluarganya kecewa berat. Mahmudi, salah satu perwakilan keluarga, menuding Kejari Sumenep bermain mata dengan para terdakwa.
“Tuntutan ini terlalu rendah dan tidak mencerminkan keadilan. Ancaman hukuman dalam KUHP jelas lebih berat, tetapi jaksa malah menuntut serendah ini. Ada apa dengan Kejari Sumenep?” ujar Mahmudi pada wartawan, Selasa (4/2/2025) pada wartawan.
Tak hanya itu, Mahmudi mengungkap dugaan suap yang melibatkan lima terdakwa dan Kejari Sumenep.
Informasi yang ia terima menyebutkan bahwa masing-masing terdakwa diduga menyetor Rp 50 juta ke oknum di Kejari Sumenep agar kasus ini tidak segera di P21.
“Kami mencium aroma busuk di balik keputusan ini. Dari awal, kejaksaan terkesan mengulur-ulur waktu. Bahkan, berkas perkara sempat dikembalikan ke Polres dengan alasan teknis, yang kami curigai hanya akal-akalan agar kasus ini tidak berjalan semestinya,” tegasnya.
Sekadar informasi, kasus ini akan memasuki tahapan pledoi, tanggapan, dan akhirnya vonis.
Dimana, tanah yang dipermasalahkan dalam kasus ini diketahui merupakan milik desa, meskipun lima tersangka dijerat dalam perkara pidana pengrusakan tersebut.***