SUMENEP, MaduraPost – Polemik pembangunan tambak garam dengan mereklamasi laut di kawasan pantai Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, terus berlanjut. Selasa, 30 Mei 2023.
Di mana, hari ini para warga hingga Pemerintah Desa (Pemdes) Gersik Putih menerima mediasi dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep.
Sayangnya, mediasi Pemkab Sumenep ini malah menemui jalan buntu. Pasalnya, tidak ada titik temu antara warga yang menolak penggarap dan Pemdes dalam rapat koordinasi yang dipimpinan Kepala Dinas Penanaman Modal Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Tenaga Kerja (Nakar), Abd Rahman Riadi.
Bahkan, dalam forum itu terungkap fakta baru mengenai tanah negara di kawasan laut Desa Gersik Putih yang akan digarap jadi tambak garam tersebut.
Yaitu 20 hektar yang belum ber-Sertifikat Hak Milik (SHM) ternyata sudah terbit Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dengan wajib pajak, Mohab, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Desa (Kades) setempat.
”Dari 41 Ha yang akan digarap 21 sudah dikuasi per orangan dengan dasar SHM. 20 Ha diluar SHM itu saat ini diusahakan agar dikelola bersama atas nama Kades Mohab. Sekarang SPPT, belum ber SHM,” kata Rahman dalam keterangannya pada awak media, Selasa (30/5).
Rahman menjelaskan, menurut penyampaiannya di forum, Kades Mohab mengaku, laut yang di SPPT atas nama dirinya nanti akan diserahkan ke desa untuk dikelola bersama demi kesejahteraan masyarakat.
”Karena menurutnya (Kades Mohab, red), tidak mungkin diatasnamakan warga satu per satu. Makanya diatasnamakan dirinya, nanti akan diserahkan ke masyarakat,” kata dia mengungkapkan.
Meski demikian, Rahman mengaku belum ada kesepakatan antara dua belah pihak, baik warga yang menolak maupun penggarap dan Pemdes, termasuk pemilik SHM dalam forum tersebut.
Untuk itu, pihaknya mendorong desa supaya melakukan komunikasi lagi untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai program pembangunan tambak garam.
”Jadi perlu komunikasi lagi dengan masyarakat supaya kondusif. Apalagi, tadi Kades bersedia untuk menyerahkan lahan yang ber SPPT itu kepada masyarakat,” katanya.
Sementara itu, perwakilan Pemdes Gersik Putih, Masdawi, mengakui jika 21 hektar dari 41 hektar yang akan digarap dikuasai per orangan atas dasar SHM. Sedangkan sisanya 20 hektar, masih atas nama tanah negara.
”Tapi, bukan semuanya SPPT atas nama Kades, hanya 6 Ha,” katanya membantah.
”20 Ha tanah negara termasuk yang SPPT atas nama Kades itu yang akan dibagi dengan pihak penggarap dan masyarakat 10 hektaran dalam bentuk lahan jadi (dibangun tambak),” dalihnya lebih lanjut.
Terpisah, Kordinator Gerakan Masyarakat Tolak Reklamasi (Gema Aksi), Amirul Mukminin, mengaku heran dengan terbitnya SPPT atas objek lahan di kawasan laut atas nama Mohab.
”Ini fakta baru yang kami terima. Artinya di luar SHM yang sebelumnya ada 4 atau 6 Ha atas nama Mohab, juga ada lahan lain yang juga diproses untuk di SHM dan sekarang masih SPPT atas nama Mohab,” kata Amirul merasa heran.
Pihaknya juga mempertanyakan proses atau mekanisme penerbitan SPPT atas objek lahan di kawasan laut tersebut.
Dalam waktu dekat, pihaknya juga akan mendatangi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) untuk meminta penjelasan mengenai dasar terbitnya SPPT tersebut.
”Kami menduga ada konspirasi banyak pihak, tidak hanya BPN dan desa, tapi juga ada pihak lain termasuk dinas teknis di Pemkab dalam legalisasi kepemilihan lahan yang awalnya laut menjadi milik perorangan,” jelasnya.***