SUMENEP, MaduraPost – Kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Mohammad Fajar Satria, pengusaha muda asal Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, sekaligus pemilik usaha dagang Bang Alief atau UD Alief Jaya, kini memunculkan pertanyaan besar tentang transparansi penegakan hukum dan akuntabilitas lembaga keuangan daerah.
Fajar yang selama ini dikenal sebagai pemilik loket layanan pembayaran daring dan jasa keuangan mikro, tiba-tiba dikagetkan oleh kedatangan polisi dari Polres Sumenep pada awal Desember 2024.
Tanpa didahului pemberitahuan resmi, aparat datang ke rumahnya untuk melakukan klarifikasi atas dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan transaksi keuangan Bank Jatim Cabang Sumenep melalui mesin EDC (Electronic Data Capture). Nilai kerugian negara dalam laporan itu disebut mencapai Rp23,58 miliar.
“Saya tidak pernah bermasalah dengan nasabah maupun pihak Bank Jatim. Tidak ada komplain apa pun selama ini,” ujar Fajar dalam keterangan tertulis yang diterima media ini, Sabtu (25/10).
Ia mengaku terkejut saat mengetahui namanya dicantumkan dalam laporan polisi nomor LP/A/23/XI/2024 tertanggal 8 November 2024.
Dalam laporan tersebut, Fajar dituduh memanfaatkan mesin EDC milik Bank Jatim yang sebelumnya dipinjamkan melalui karyawan bank bernama Maya Puspitasari.
Mesin tersebut diklaim digunakan untuk transaksi yang menyebabkan kerugian negara miliaran rupiah antara April 2019 hingga September 2022. Namun, menurut pihak Fajar, tuduhan itu tidak masuk akal dan sarat spekulasi.
Yang dianggap janggal, hingga kini Maya Puspitasari yang disebut sebagai pegawai Bank Jatim dan turut terlapor belum pernah diperiksa oleh penyidik Unit IV Tipidkor Polres Sumenep.
“Informasinya, Maya sempat beralasan sakit, lalu ditetapkan sebagai DPO pada Agustus 2025. Tapi anehnya, klien kami justru langsung ditetapkan sebagai tersangka,” kata kuasa hukum Fajar, Kamarullah, Ketua LBH Achmad Madani Putra dan Rekan-rekan.
Surat penetapan tersangka terhadap Fajar dikeluarkan Polres Sumenep pada 22 Juli 2025 melalui surat S.Tap/274/VII/RES.3.2/2025/Satreskrim.
Penetapan itu, menurut pihak pengusaha, dilakukan secara prematur dan tidak profesional. Mereka menilai, Fajar dijadikan “kambing hitam” untuk menutupi kemungkinan keterlibatan oknum di internal Bank Jatim.
Tak berhenti di situ, Bank Jatim disebut melakukan pemblokiran sepihak terhadap rekening milik Fajar dengan saldo sekitar Rp433 juta, tanpa ada perintah pengadilan atau surat resmi dari aparat penegak hukum.
Lebih mencengangkan lagi, saldo rekeningnya tiba-tiba berubah menjadi minus Rp18,8 miliar tanpa aktivitas transaksi yang sah.
“Saldo minus sebesar itu tidak pernah terjadi di dunia perbankan. Ini jelas bentuk perbuatan melawan hukum,” tegas Kamarullah, mengutip Pasal 1365 KUH Perdata sebagai dasar hukumnya.
Akibat pemblokiran tersebut, usaha Bang Alief lumpuh total. Fajar mengaku menanggung kerugian materiil lebih dari Rp433 juta serta kerugian immateriil hingga Rp50 miliar karena reputasinya rusak di mata publik dan relasi bisnis.
Situasi kian memburuk ketika pada 24 Oktober 2025, aparat kembali menyita sejumlah aset pribadi milik Fajar, termasuk dua unit sepeda motor dan dua ruko.
Padahal, menurutnya, sebagian aset itu sudah dijual secara sah melalui notaris dan tidak ada kaitannya dengan dugaan korupsi. Ia bahkan menuding polisi bertindak “arogan” karena turut mengambil uang tunai, perhiasan perak, dan barang-barang lain yang tidak disebut dalam surat penyitaan Pengadilan Negeri Sumenep.
“Sejak penyitaan itu, saya terpaksa menutup seluruh usaha dan mem-PHK karyawan,” ungkap Fajar dengan nada getir.
Pihaknya menilai, penanganan perkara ini telah mencederai rasa keadilan dan menunjukkan adanya pola kriminalisasi terhadap warga sipil yang berhadapan dengan lembaga besar.
Fajar dan tim hukumnya mendesak agar penyidikan dilakukan secara terbuka, termasuk pemeriksaan terhadap oknum pegawai Bank Jatim yang dinilai berperan kunci dalam kasus ini.
“Kasus ini tidak bisa dibiarkan. Harus dibuka secara transparan agar masyarakat tahu siapa sebenarnya yang bermain di balik layar,” ujar kuasa hukum Fajar menutup pernyataannya.
Hingga berita ini ditulis, pihak Bank Jatim dan Polres Sumenep belum memberikan tanggapan resmi atas tuduhan tersebut.***






