Scroll untuk baca artikel
Politik

Sosialisasi Empat Pilar di Sumenep, Pemuda Diajak Merawat Toleransi di Era Digital

Avatar
39
×

Sosialisasi Empat Pilar di Sumenep, Pemuda Diajak Merawat Toleransi di Era Digital

Sebarkan artikel ini
ACARA. Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan bersama anggota DPR RI, MH. Said Abdullah di Sumenep, diikuti pemuda dan mahasiswa dalam suasana dialogis dan reflektif. (Istimewa for MaduraPost)
ACARA. Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan bersama anggota DPR RI, MH. Said Abdullah di Sumenep, diikuti pemuda dan mahasiswa dalam suasana dialogis dan reflektif. (Istimewa for MaduraPost)

SUMENEP, MaduraPost – Upaya penguatan nilai-nilai kebangsaan kembali dilakukan anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Jawa Timur XI (Madura), MH. Said Abdullah.

Kali ini, kegiatan Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan menyasar kalangan pemuda dan mahasiswa di Kabupaten Sumenep.

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Acara berlangsung di Ruang Pertemuan Arya Wiraraja, Hotel de Baghraf, Senin (22/12/2025), dan dikemas dalam suasana dialogis yang mendorong keterlibatan aktif peserta.

Forum tersebut tidak diarahkan sekadar sebagai pengulangan hafalan tentang Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Bhinneka Tunggal Ika.

Peserta justru diajak menggali Empat Pilar sebagai landasan sikap dan perilaku, yang menuntut konsistensi, tanggung jawab sosial, serta kesadaran kolektif dalam menjaga kebinekaan bangsa.

Pemateri pertama, Moh. Thoha, mengingatkan bahwa pesatnya perkembangan teknologi tidak boleh menjauhkan manusia dari nilai-nilai dasarnya.

Ia menilai, kecanggihan kecerdasan buatan memang mampu menggantikan banyak peran teknis, namun tidak dapat mengambil alih dimensi moral manusia.

Baca Juga :  Dispertahourtbun Sumenep Sabet Juara Lomba Inovasi Daerah Tahun 2021

“Ilmu pengetahuan hari ini bisa dicari di mana saja, bahkan digantikan oleh AI. Tapi komitmen dan tanggung jawab sebagai manusia dan warga negara tidak bisa digantikan oleh apa pun,” kata Thoha, Senin (22/12).

Ia juga menegaskan, bahwa semangat persatuan telah mengakar kuat jauh sebelum Indonesia berdiri sebagai negara merdeka.

Prinsip Bhinneka Tunggal Ika, lanjut Thoha, telah menjadi praktik sosial sejak masa Kerajaan Majapahit.

“Kita ini bangsa yang sudah lama mengenal hidup dalam perbedaan. Tantangannya sekarang, apakah kita mau merawatnya atau justru merusaknya dengan merasa paling benar,” ujarnya.

Menurutnya, generasi muda perlu membekali diri dengan sikap kritis dalam menyaring informasi, terutama di ruang digital.

Tanpa fondasi kebangsaan yang kuat, media sosial justru berpotensi memperlebar jurang konflik dan memperkuat polarisasi.

Baca Juga :  Partai Demokrat Resmi Usung Kholil dan Sukri di Pilkada Pamekasan 2024

“Kalau kita tidak hati-hati, kita hanya akan menjadi penonton dan penyebar sampah konflik,” tambahnya.

Pemateri berikutnya, Faishol Ridho, menyoroti dinamika arah kebijakan kebangsaan yang terus mengalami pergeseran.

Ia menjelaskan bahwa setelah era reformasi, pembangunan ekonomi menjadi fokus utama negara, namun pada saat yang sama nilai-nilai kebangsaan kerap terpinggirkan dalam perdebatan publik.

“Sekarang ini perdebatan publik sering bergeser. Bukan lagi soal nilai dan kebenaran, tapi soal kekuasaan dan kepentingan,” ujar Faishol.

Ia menekankan pentingnya keseimbangan dalam pembangunan nasional. Menurutnya, kemajuan ekonomi tidak boleh mengorbankan kelestarian lingkungan dan nilai-nilai kemanusiaan karena ketiganya saling terkait dalam menjaga persatuan bangsa.

“Lingkungan hidup adalah hak generasi hari ini dan masa depan. Kalau pembangunan hanya mengejar ekonomi, maka yang dikorbankan adalah kemanusiaan,” katanya.

Baca Juga :  Sarat Nepotisme, Keluarga Kades Bindang Diduga Bagi-bagi Jabatan Desa

Faishol juga mendorong pemuda dan mahasiswa agar tidak pasif dalam menyikapi kebijakan publik. Ia menilai, peran aktif generasi muda sangat dibutuhkan dalam menjaga arah kebangsaan agar tetap berpijak pada nilai ilmiah dan keadilan sosial.

“Merawat kebangsaan itu butuh partisipasi, kerja nyata, dan keberanian untuk berpikir kritis berbasis ilmu pengetahuan,” tegasnya.

Sosialisasi ini diakhiri dengan diskusi interaktif yang memberi ruang bagi peserta untuk menyampaikan pandangan, keresahan, serta pengalaman mereka terkait isu toleransi, persatuan, dan tantangan kebangsaan di tengah arus digitalisasi.

Dua tenaga ahli MH. Said Abdullah, yakni Moh. Fauzi, dan Slamet Hidayat, turut mendampingi jalannya kegiatan.

Melalui kegiatan tersebut, generasi muda Sumenep diharapkan tidak hanya memahami Empat Pilar Kebangsaan sebagai konsep normatif, tetapi mampu menerjemahkannya dalam tindakan konkret sehari-hari sebagai penjaga toleransi dan keutuhan bangsa.***