Scroll untuk baca artikel
Headline

Program Santri Interprenuer Buang-buang Anggaran, Anggota Komisi IV DPRD Sumenep Sebut Tidak Ada Hasil

Avatar
7
×

Program Santri Interprenuer Buang-buang Anggaran, Anggota Komisi IV DPRD Sumenep Sebut Tidak Ada Hasil

Sebarkan artikel ini
WAWANCARA. Anggota Komisi IV DPRD Sumenep, Masdawi, saat diwawancara MaduraPost di Kantor DPRD belum lama ini. (M.Hendra.E/MaduraPost)

SUMENEP, MaduraPost – Anggota Komisi IV DPRD Sumenep, Masdawi, marah dengan adanya program Santri Interprenuer yang dinilai tidak jelas hasilnya. Senin, 11 September 2023.

Bukan tanpa alasan, sebab program Santri Interprenuer ini dinilai tidak memiliki output yang jelas sejak berjalan dua tahun, mulai dari tahun 2021 pertama diluncurkan hingga 2022.

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Pasalnya, anggaran miliaran itu belum juga dirasakan betul oleh para santri pasca selesai mengikuti sejumlah pelatihan.

“Saya menginginkan ada output dan peruntukan yang jelas. Kalau memang itu dibuat pelatihan, paling tidak ada dampak positif di pesantren dan pelatihannya harus di pesantren,” kata Maswadi, saat dikonfirmasi sejumlah media di Kantor DPRD Sumenep, Senin (11/9).

Sebab, kata dia menjelaskan, jika pelaksanaannya di pondok pesantren, maka fasilitas bisa bekerjasama dengan pihak pondok pesantren setempat.

“Sewa tempat, makan dan minum (minum) bisa minta ke pesantren,” kata Masdawi dengan nada risih.

Saat ini, Masdawi juga menanyakan, progres dari program Santri Interprenuer hingga saat ini tidak jelas wujudnya.

Diketahui, pada anggaran tahun sebelumnya, program Santri Interprenuer menyentuh angka Rp1 miliar.

Sementara di tahun 2024, Dinas Kebudayaan Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, kembali menganggarkan program Santri Interprenuer menjadi Rp1,2 miliar.

Baca Juga :  Serap Aspirasi, Warga Keluhkan PNS Suami dan Istri dalam Satu Sekolah di Bangkalan

“Lah, di mana hasilnya? kita siap turun kalau memang ada hasilnya,” tanya Masdawi penasaran.

Pihaknya menilai, pelatihan apapun itu seharusnya berkesinambungan. Dia mencontohkan, seperti pelatihan pembuatan batik, seharusnya tahun selanjutnya harus mendapatkan alat.

“Karena di pesantren ini, santri keluar dari pesantren saya menginginkan bisa mandiri,” tuturnya.

Mengingat, saat ini masyarakat Madura kebanyakan memilih untuk merantau ke kota besar seperti Jakarta.

Sebab itu, jika program Santri Interprenuer tersebut dikelola dengan baik, maka dampaknya akan sangat banyak terasa oleh masyarakat khususnya para santri.

“Tapi kalau pelatihannya ini nggak jelas, kan eman juga anggaran besar itu,” katanya.

“Saya kira program Santri Interprenuer ini kurang pas,” sambungnya.

Seharusnya, kata Masdawi, jika program Santri Interprenuer ini sudah memiliki produksi, harus jelas letak dan lokasinya di mana.

“Pastinya kita angkat. Kemudian, setelah hasil kerajinan ini selesai, di mana tempat produksi atau UMKM.nya?,” tanya Masdawi bingung.

Menurutnya, pemerintah seolah tidak memihak dengan adanya program tersebut. Dia meminta, harus ada fasilitas yang telah disediakan.

Baca Juga :  Penemuan Mayat Di Dalam Sumur Tua

“Pastinya ada tempat. Kemarin saja, saya lihat malah (mereka kelabakan cari orang, red). Mereka jawab tidak tahu,” tudingnya.

Meski demikian, pihaknya tidak menampik, hanya ada satu orang yang sukses mengikuti pelatihan program Santri Interprenuer itu.

“Saya tahu orangnya kok, cuma satu dan sukses. Saya menginginkan, jika memang program itu menghasilkan perubahan bagi pertumbuhan masyarakat siapa tidak suka. Paling tidak ada kesinambungan dan outputnya jelas, biar tidak terkesan buang anggaran,” kata dia menegaskan.

Terpisah, Kepala Disbudporapar Sumenep, Moh. Iksan mengungkapkan, hingga saat ini pihaknya sudah memantau hasil dari pelatihan tersebut.

“Jadi seperti pelatihan membatik, alhamdulillah banyak hasilnya. Apalagi pembuatan blangkon dan menjahit banyak.

Ia mengakui, jika program Santri Interprenuer ini belum bisa dikatakan 100 persen berhasil selama 2 tahun berjalan.

Menurutnya, program tersebut menjadi ikhtiar yang dilakukan untuk realisasi APBD yang harus dilaksanakan.

“Jadi pelatihan membatik sudah selesai untuk tahun 2022. Banyak kok hasilnya, dan banyak orang sudah memilikinya, seperti produk blangkon,” kata Iksan saat dikonfirmasi belum lama ini.

Baca Juga :  Warga Sumenep Demam Amplop Berkedok Zakat Mal Saat Salat Tarawih

Saat ini, kata Iksan, setiap pegawai di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep sudah memakai blangkon warna merah yang di pakai setiap hari Jumat.

“Itu diantara hasil dari pelatihan para peserta,” akuinya.

Saat ini, para peserta sudah melakukan pembuatan blangkon dengan warna lain yang akan di jual di pasaran.

“Kalau dikatakan membuang-buang anggaran, ya nggak juga. Wong hasil dan wujudnya ada,” ungkap Iksan.

Pihaknya memaparkan, untuk pengajuan anggraan yang ditambah itu sudah disesuaikan denga. kebutuhan.

“Kemarin dari pemeriksaan BPK yang ada, bukan malah penyalahgunaan anggaran, tetapi hasil dari pada pelatihan itu betul-betul dimaksimalkan pembinaannya. Nah, tugas itulah yang saat ini kita lakukan,” tutur Iksan.

“Makanya, saya menerjunkan tim dari Bidang Pora untuk terjun langsung ke lapangan. Alhamdulillah 75 persen pelatihannya berhasilnya,” timpalnya lebih lanjut.

Untuk saat ini, Iksan mengatakan, sedang fokus pada pelatihan membatik. Pihaknya menargetkan, harga batik tersebut nantinya sudah cukup di atas rata-rata untuk di jual ke luar Kabupaten Sumenep.

“Jadi tidak sembarangan. Batik tersebut nantinya lebih men-ciri-khas-kan Sumenep, kemudian harganya cukup mahal untuk di jual ke luar,” tandasnya.***