SUMENEP, MaduraPost – Kuasa Hukum Fathor Rasyid, Nadianto dan Ibnu Hajar, mencurigai adanya praktik yang tidak wajar di Pengadilan Negeri (PN) Sumenep. Hal ini terkait dengan status perkara Nomor 8/Pdt.G/2023/PN Smp tanggal 2 Mei 2024.
Perkara tersebut telah inkrah dan telah diajukan permohonan eksekusi berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 391/PDT/2024/PT SBY. Namun, secara tiba-tiba muncul status upaya hukum kasasi di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Sumenep.
Semua pihak yang terlibat telah diberitahu mengenai putusan tersebut. Berdasarkan aturan yang berlaku, masa pengajuan kasasi adalah 14 hari.
“Sampai hari terakhir batas waktu pengajuan kasasi, tidak ada upaya hukum dari pihak terbanding, yaitu Bapak Wasik,” ujar Nadianto, yang didampingi Ibnu Hajar, saat ditemui di depan kantor PN Sumenep, Senin 29 Juli 2024.
“Bahkan hingga hari ke-18, ke-19, dan sampai hari ke-23, kami tidak menemukan adanya upaya hukum yang diajukan,” tambahnya.
Namun, pada 24 Juli 2024, status perkara di SIPP tiba-tiba berubah menjadi dalam upaya kasasi, meskipun sudah melebihi batas waktu 14 hari.
“Kami merasa kaget dan datang ke sini untuk mempertanyakan dasar hukum penerbitan upaya kasasi tersebut. PN Sumenep tidak punya dasar hukum yang jelas atas terbitnya status perkara di SIPP itu,” tegasnya.
Nadianto menegaskan bahwa seharusnya PN Sumenep mengikuti prosedur yang benar sesuai dengan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya, bukan justru memperkeruh suasana dengan alasan penerbitan akta keterlambatan demi menghindari keributan.
“Ini seharusnya ditolak sejak awal untuk menghindari keributan dan menegakkan kepastian hukum. Bukan malah sebaliknya,” ucapnya.
Jika PN Sumenep tetap mempertahankan status SIPP tersebut, pihaknya berencana akan melaporkan dan mengajukan pengaduan ke Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi terkait perilaku oknum di kepaniteraan PN Sumenep.
“Hal ini tidak seharusnya terjadi. Jika tetap demikian, ada indikasi kecurangan. Entah itu di depan atau di belakang, di atas atau di bawah, kita tidak tahu,” tandasnya.
Polemik antara RS Abdul Wasik Baidhowi dengan Fathor Rasyid berawal dari sengketa tanah yang melibatkan sertifikat hak milik dan akta hingga berlanjut ke pengadilan. Pengadilan Tinggi Surabaya menyatakan Fathor Rasyid sebagai pemenang sesuai dengan putusan Nomor 391/PDT/2024/PT SBY.
“Kami juga memastikan bahwa upaya kasasi dari mereka tidak akan berhasil. Karena tidak ada dasar hukum yang kuat,” jelas pria yang juga pengurus PC ISNU Sumenep ini.
Humas dan Juru Bicara PN Sumenep, Moh. Arief Fatony, belum merespons upaya konfirmasi yang dilakukan awak media hingga berita ini tayang.***






