SUMENEP, MaduraPost – Polemik dugaan intimidasi dalam penyaluran bantuan sosial di Desa Galis, Kecamatan Giligenting, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, terus menguat.
Setelah voice note yang berisi ancaman agar warga mencairkan bantuan di agen tertentu viral, kini muncul pengakuan tambahan dari warga setempat mengenai praktik pemotongan bantuan yang disebut sudah berlangsung lama.
Warga berinisial I, menyatakan kecewa dan menilai situasi ini mencoreng pelayanan publik di tingkat desa.
“Jujur kami sebagai masyarakat kecewa jika itu terjadi. Ini memalukan, apalagi sampai ada dugaan intimidasi,” kata I saat dikonfirmasi MaduraPost, Sabtu (8/11).
Ia menyebut bahwa praktik pemotongan dana bantuan bukan hal baru bagi sebagian warga.
“Saya sudah mendengar praktik pemotongan itu sekitar dua tahun berjalan ini,” tambahnya.
Menurut keterangan I, pemotongan disebut bervariasi tergantung jenis bantuan, antara lain PKH dipotong sekitar 30 ribu rupiah dan BPNT sekitar 40 ribu rupiah.
“Semoga ke depan tidak terjadi lagi. Kasihan warga kalau haknya masih dipotong,” ujarnya.
Pernyataan ini memperkuat dugaan penyalahgunaan kewenangan yang sebelumnya mencuat melalui rekaman suara seorang perempuan yang diduga istri Kepala Desa Galis, F.
Dalam voice note itu, F memperingatkan warga agar tidak mencairkan bantuan di agen lain dan mengklaim dapat menghapus nama penerima.
Upaya media mencari penjelasan langsung kepada F belum memberikan hasil. Saat dihubungi melalui telepon pada Kamis malam, F sempat mengangkat panggilan namun kemudian terdengar suara anak kecil yang mengaku memegang telepon tersebut.
“Nggak ada mama, ini HP-nya dipegang aku. Mama nggak ada, nanti aku bilang ke mama,” ujar anak itu dalam sambungan.
Sementara itu, Kepala Desa Galis, Akhmad Syafri Wiarda, juga tidak merespons permintaan konfirmasi baik melalui pesan singkat maupun panggilan telepon.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik mengingat penerima bantuan sosial berhak mencairkan dana di agen mana pun tanpa tekanan. Dugaan pemaksaan lokasi pencairan dan pemotongan nominal bantuan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etik dan penyalahgunaan jabatan.
Hingga berita ini diterbitkan, Dinas Sosial P3A Kabupaten Sumenep belum memberikan pernyataan terkait temuan di lapangan maupun rencana langkah investigasi.***






