Scroll untuk baca artikel
Berita

Dinsos P3A Sumenep Dikritik Soal Lemahnya Penanganan Kekerasan Seksual

Avatar
11
×

Dinsos P3A Sumenep Dikritik Soal Lemahnya Penanganan Kekerasan Seksual

Sebarkan artikel ini
AUDIENSI. Mahasiswa PMII STKIP PGRI Sumenep berfoto bersama jajaran Dinsos P3A setempat usai audiensi terkait isu kekerasan terhadap perempuan dan anak. (Istimewa for MaduraPost)
AUDIENSI. Mahasiswa PMII STKIP PGRI Sumenep berfoto bersama jajaran Dinsos P3A setempat usai audiensi terkait isu kekerasan terhadap perempuan dan anak. (Istimewa for MaduraPost)

SUMENEP, MaduraPost – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat STKIP PGRI Sumenep melakukan audiensi dengan Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, pada Kamis, 31 Juli 2025.

Pertemuan ini bertujuan untuk mendesak pemerintah agar lebih serius dalam menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dinilai terus meningkat di wilayah Sumenep, Madura, Jawa Timur.

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Ketua PMII STKIP PGRI Sumenep, Diky Alamsyah, mengungkapkan bahwa terdapat berbagai persoalan mendasar yang belum terselesaikan dalam program perlindungan perempuan dan anak.

Menurutnya, berdasarkan penjelasan dari pihak Dinsos, sejumlah permasalahan masih menghambat efektivitas penanganan kasus kekerasan seksual.

Baca Juga :  Kontroversi Restorative Justice, Dugaan Polsek Dungkek Lindungi Bandar Narkoba

Salah satu isu utama yang disoroti adalah kurangnya dukungan anggaran untuk pemberdayaan kelompok rentan, serta keberadaan satuan tugas (Satgas) yang dibentuk oleh Dinsos dinilai tidak memberikan dampak signifikan.

“Setiap tahun, Dinsos membentuk dua Satgas dengan dana yang berkisar antara Rp23 juta hingga Rp32 juta. Tapi sangat disayangkan, pelaksanaan di lapangan tidak menunjukkan adanya kegiatan nyata maupun proses pengawasan yang ketat,” ujar Diky, Kamis (31/7).

Ia juga menambahkan bahwa banyak Surat Keputusan (SK) pengangkatan anggota Satgas yang tidak lagi ditemukan keberadaannya. Fungsi Satgas yang seharusnya aktif dalam melakukan penjangkauan korban pun dianggap lumpuh karena hanya menunggu laporan masuk tanpa ada gerakan proaktif.

Baca Juga :  DPMD Sumenep: 20 Persen Dana Desa Dialokasikan untuk Ketahanan Pangan

“Fungsi Satgas sangat pasif. Mereka tidak jemput bola, hanya diam menanti laporan datang. Padahal kondisi di lapangan membutuhkan penanganan yang responsif dan terstruktur,” tambahnya.

Diky menilai bahwa lemahnya upaya tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Sumenep belum menunjukkan komitmen yang serius dalam memberantas kekerasan seksual.

Ia menyebut bahwa penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan administratif semata.

Untuk itu, PMII STKIP PGRI Sumenep mengajukan lima tuntutan utama kepada Dinsos P3A Kabupaten Sumenep sebagai bentuk dorongan untuk perbaikan kebijakan:

1. Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program-program kerja terkait pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual.

Baca Juga :  MH Said Abdullah Salurkan 98 Ekor Sapi Jelang Perayaan Idul Adha 1443

2. Menyusun strategi preventif untuk menekan angka kekerasan yang cenderung meningkat tiap tahun.

3. Mengoptimalkan sinergi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berkaitan langsung dengan isu perempuan dan anak.

4. Mendorong penerapan edukasi parenting secara masif di desa-desa untuk membentuk kesadaran dari lingkungan keluarga.

5. Mengintensifkan kampanye anti kekerasan melalui berbagai media maupun kegiatan sosialisasi langsung di masyarakat.

“Masalah kekerasan seksual ini adalah keadaan darurat. Tidak cukup hanya dengan kertas kerja dan laporan kegiatan. Dibutuhkan keseriusan politik, alokasi anggaran yang memadai, serta keterlibatan nyata dari seluruh elemen pemerintahan dan masyarakat,” tegas Diky.***