Scroll untuk baca artikel
Pemerintahan

Menanti Demokrasi Desa: Jeritan Warga Sampang di Tengah Penundaan Pilkades

Avatar
28
×

Menanti Demokrasi Desa: Jeritan Warga Sampang di Tengah Penundaan Pilkades

Sebarkan artikel ini

SAMPANG, MaduraPost Terik matahari Kamis pagi (15/05/2025) tak menyurutkan langkah puluhan warga dari 14 desa di Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang. Berbalut semangat dan spanduk penuh tuntutan, mereka berdiri kokoh di depan Kantor Kecamatan. Teriakan mereka senada: Pilkades harus segera digelar.

Di tengah kerumunan itu, Rofi berdiri di atas mobil komando. Suaranya lantang, sesekali bergetar oleh emosi. Ia adalah koordinator aksi dari Aliansi Masyarakat Sampang (AMS),

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

kelompok warga yang menuntut hak dasar: memilih pemimpin desa mereka sendiri.

“Kami sudah cukup bersabar sejak 2021. Ini bukan sekadar soal jabatan, ini soal masa depan desa kami,” teriak Rofi, disambut gemuruh massa. “Demokrasi sedang dilumpuhkan!”

Bayang-Bayang Penundaan

Penundaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Kabupaten Sampang memang telah berlangsung selama hampir empat tahun. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Sampang Nomor 188.45/272/KEP/434.013/2021, Pilkades baru akan digelar pada tahun 2025. Bagi warga, keputusan itu terasa seperti mimpi buruk yang tak kunjung usai.

Baca Juga :  JCW Desak Polisi Usut Proyek Pokmas yang Berujung Pemerasan Oknum LSM di Sampang

“Kepala desa itu bukan sekadar pejabat, dia tumpuan pembangunan. Tanpa pemimpin yang dipilih rakyat, desa seperti kapal tanpa nakhoda,” ungkap Rofik dalam orasinya.

Penundaan ini disebut-sebut menimbulkan berbagai dampak sosial, dari stagnasi program desa hingga isu jual beli jabatan Penjabat (Pj) Kepala Desa. Masyarakat pun mulai curiga, adakah kepentingan politik di balik kebijakan ini?

Pemerintah Bertahan pada Aturan

Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Sampang memiliki alasan sendiri. Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sampang, Sudarmanta, menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada regulasi turunan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 yang menjadi dasar hukum baru tentang desa.

Baca Juga :  LSM GMAS Soroti Proyek Gedung RSUD Tongas Probolinggo, Pasangan Tak Siku Atap Banyak Bocor

“Karena belum ada peraturan pemerintah (PP) yang turun, kami masih menunggu. Surat edaran dari Kemendagri dan Gubernur Jawa Timur sudah kami terima, dan kami wajib mematuhinya,” jelasnya.

Namun, alasan tersebut tak mampu meredam keresahan warga. Dalam pandangan AMS, penundaan ini telah menanggalkan semangat otonomi desa yang dijunjung tinggi oleh Undang-Undang Desa.

Di Balik Tuntutan, Ada Asa

Aksi di Jrengik bukan hanya unjuk rasa. Ia adalah cermin harapan dan kekhawatiran masyarakat desa akan masa depan mereka. Mereka mendambakan pemimpin hasil pilihan rakyat, bukan yang ditunjuk sementara.

“Penundaan ini merampas hak politik kami,” kata salah seorang peserta aksi yang membawa poster bertuliskan ‘Segera Pilkades, Selamatkan Desa’.

Baca Juga :  Visi Misi 1 Miliar Untuk Satu Desa dari Bupati Pamekasan, Akhirnya Juga Mendapat Penghargaan

Dengan jumlah 143 desa yang menanti pemilihan, tensi politik lokal pun kian terasa. Apalagi, 37 desa lainnya masih memiliki kepala desa definitif yang masa jabatannya belum habis. Tapi masyarakat menolak menunggu lebih lama lagi.

Arah yang Masih Kabur

Pertanyaan besar pun menggantung di langit Sampang: kapan Pilkades benar-benar akan digelar?

Bagi AMS dan warga yang turun ke jalan, jawaban itu harus segera datang. Karena bagi mereka, demokrasi di tingkat desa adalah pondasi keadilan sosial. Dan jika pondasi itu terus dibiarkan rapuh, maka yang runtuh bukan hanya kepercayaan publik, tapi juga masa depan Desa-desa di Sampang.