SUMENEP, MaduraPost – Dalam waktu dekat KPU Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, akan dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Hal ini buntut dari amburadulnya proses rekrutmen penyelenggara pemilu tahun 2024 di Sumenep.
Di mana, asas transparansi dan akuntabilitas penyelenggara pemilu terkesan diabaikan oleh KPU Sumenep saat pembentukan badan adhoc itu berlangsung.
Temuan aktivis Demokrasi dan Aspirasi Rakyat Jawa Timur (Dear Jatim), terdapat sejumlah dugaan sogok menyogok yang terjadi di beberapa kecamatan untuk menjadi PPK maupun PPS.
“Modusnya sama potong gaji. Ini terjadi di beberapa kecamatan. Bahkan untuk PPK lebih parah,” ungkap Koordinator Dear Jatim Sumenep, Mahbub Junaidi, saat dikonfirmasi media ini, Selasa (28/5).
Mahbub mengaku telah mengantongi sejumlah alat bukti untuk diserahkan ke aparat penegak hukum (APH).
Dalam waktu dekat, ia juga akan menggelar aksi sebagai bentuk protes atas insiden memalukan ini.
“Sudah kita rencanakan. Kebetulan masih ada BAP di Polda, mungkin sesudah ini akan mengkritisi KPU dilanjutkan lapor ke Polres Sumenep,” kata Mahbub.
Pemuda yang garang menyoroti kasus tindak pidana korupsi ini menyebut beberapa alat bukti yang telah dikantongi terkait dengan dugaan sogok menyogok itu diantaranya adalah rekaman calon PPS hingga PPK berikut screenshot percakapan di aplikasi perpesanan.
“Alhamdulillah sudah ada semua. Sudah kami kantongi bukti-bukti itu. Bahkan, ini juga mengarah ke salah satu komisioner KPU Sumenep,” sebutnya.
Jika proses hukum juga masih belum ada tindak lanjut nantinya, Dear Jatim berencana bakal melanjutkan laporan ke DKPP.
“Iya sebagaimana termaktub di sejumlah media kan ada pengurus parpol yang dibilang tidak dilantik nyatanya orang itu tetap dilantik. Jika benar demikian ini juga adalah kebohongan publik yang luar biasa,” tegasnya.
Sebelumnya, Ketua KPU Sumenep Rahbini menyampaikan insiden lolosnya pengurus parpol saat tahap pendaftaran hingga lolos seleksi administrasi karena proses pendaftarannya dilangsungkan secara online lewat SIAKBA dan mencapai ribuan orang.
Hal itu diutarakan seusai KPU Sumenep melantik 1002 PPS pada Pilkada 2024 di Gedung Graha Adi Poday, Jalan Trunojoyo Nomor 124 Kolor Sumenep, Minggu 26 Mei 2024.
“Di SIAKBA itu teman-teman yang sekitar dua ribuan (pendaftar,red) mungkin ada beberapa (pengurus parpol,red) itu melampirkan surat pengunduran diri dari parpol tapi masih belum 5 tahun. Sehingga secara otomatis karena belum 5 tahun maka tidak boleh menjadi penyelenggara pemilu,” ungkapnya, saat dikonfirmasi media.
Menurut Rahbini, setelah menerima masukan dari masyarakat soal keberadaan pengurus parpol lolos menjadi anggota PPS, pihaknya langsung melakukan rapat koordinasi.
Hasilnya, satu anggota PPS yang menjadi pengurus parpol itu langsung mengundurkan diri sehingga posisinya diganti dengan nomor empat.
“Sehingga kita kemarin berdasarkan masukan dari masyarakat terus menindaklanjuti secara cepat dan langsung dilakukan pergantian antarwaktu. Iya secara otomatis nomor 4 yang dilantik,” ucapnya, meyakinkan.
Penyampaian Ketua KPU Sumenep, Rahbini berbanding terbalik dengan pernyataan komisioner lainnya yakni Rafiqi.
Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM KPU Sumenep itu mengatakan bahwa Buzairi telah dipanggil ke kantor KPU Sumenep untuk klarifikasi pada Sabtu (25/05) malam.
Kepada KPU, Buzairi mengaku tidak pernah mendaftar apalagi aktif berkegiatan di partai apapun termasuk PKB.
“Dan itu sudah ada keterangan dari partai yang bersangkutan bahwa partai yang bersangkutan memasukkan nama dia. Buzairi menunjukkan surat pernyataannya kepada kami,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris DPC PKB Sumenep, Syaiful A’la masih bungkam saat ditanya soal kebenaran Buzairi sebagai Bendahara PKB Kecamatan Dasuk meski chat WhatsApp media sudah centang biru.
Sementara itu, Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Sumenep, Moh. Rusydi Zain ZA menegaskan bahwa apabila anggota PPS yang dilantik itu namanya jelas tercatat dalam SIPOL sebagai pengurus aktif partai politik maka KPU harus segera mengambil tindakan tegas.
“Kalau memang terbit di SIPOL iya harus dipecat,” tegasnya.
Rusydi menegaskan, bahwa dalam regulasinya sudah jelas seorang pengurus maupun anggota Parpol tidak boleh menjadi penyelenggara pemilu baik di KPU maupun Bawaslu.
“Iya kalau memang sudah tidak boleh (dalam regulasinya, red) kan memang harus dipecat,” pungkasnya.***






