SURABAYA, MaduraPost – Belakangan marak terjadi tindakan kriminalitas yang dilakukan oknum yang mengatasnamakan Jasa Penagihan atau Debt Collector. Salah satunya adalah kasus Iptu FN vs Debt Collector yang saat ini ditangani Polda Sumatera Selatan.
Dalam kasus Iptu FN dan Debt Collector, Kasubdit III Jatantras Polda Sumsel dengan sigap menangkap dua orang tersangka dan memburu 10 orang lainnya yang juga berprofesi sebagai Debt Collector.
Berbeda dengan kasus Perampasan dan Penganiayaan yang dilakukan oknum Debt Collector yang dilaporkan KK dan AK ke Polrestabes Surabaya.
Penyidik Unit Resmob Polrestabes Surabaya diduga memperlambat proses hukum terhadap para Debt Collector yang sejak tanggal 10 Januari 2024 sudah ditetapkan sebagai tersangka.
KK selaku korban dan pelapor dalam perkara tersebut menduga bahwa Penyidik Unit Resmob Polrestabes Surabaya tidak transparan dalam proses penetapan tersangka terhadap para Debt Collector.
Hal itu disebabkan karena Pasal yang disangkakan terhadap para Debt Collector ilegal tersebut hanya pasal 335 Ayat 1 tentang perbuatan tidak menyenangkan dan menghilangkan Pasal 365 dan Pasal 170 dan Pasal 351 KUHP tentang Pencurian dengan Kekerasan dan atau Pengeroyokan atau penganiayaan.
“Agar para tersangka Debt Colector tersebut tidak ditahan, Penyidik justru menghilangkan pasal yang urgen dalam perkara ini, yaitu pasal tentang penganiayaan dan pengeroyokan, Padahal bukti visum dari RS PHC sudah ada,” Kata KK kepada Madurpost. Senin (29/04/24).
Lebih lanjut KK menyebutkan bahwa penyidik juga mengabaikan fakta bahwa tindakan para Debt Collector yang telah melakukan perampasan dan penganiayaan terhadap dirinya adalah Ilegal.
“Selain proses perampasan kendaraan yang dilakukan secara Ilegal, Para Debt Collector tersebut juga tidak mempunyai sertifikat DC yang secara resmi dikeluarkan dari lembaga yang resmi dari OJK,” Lanjut KK.
Tidak hanya itu, Penyidik juga mengabaikan keputusan MK No 18/PUU-XVII/2019 Tanggal 6 Januari 2020 dan Putusan MK No 2/PUU-XIX/2021 Tanggal 21 Agustus 2021 yang menjelaskan apabila debitur keberatan menyerahkan secara sukarela obyek yang menjadi jaminan fidusia, Maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia harus dilakukan melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Nah yang terjadi dalam kasus Debt Collector yang ditangani Unit Resmob Polrestabes Surabaya, Penyidik justru mengabaikan fakta tersebut dan mencari celah hukum untuk meringankan para tersangka, Jadi dalam perkara ini kami merasa di dzolimi,” Tegas KK.
Sebagaimana diketahui, Laporan Perampasan dan penganiayaan yang dilakukan oleh Oknum Debt Collector tersebut terjadi pada Hari Jum’at tanggal 10 November 2023 dan telah dilaporkan ke Polrestabes Surabaya dengan laporan Polisi Nomor : TBL/B/1216/XI/2023/SPKT/POLRESTABES SURABAYA/POLDA JAWA TIMUR Tanggal 11 November 2023.






