Scroll untuk baca artikel
Berita

SMPN 1 Sumenep Dinilai Tak Transparan, Orang Tua Murid: Kami Seperti Ditodong

Avatar
18
×

SMPN 1 Sumenep Dinilai Tak Transparan, Orang Tua Murid: Kami Seperti Ditodong

Sebarkan artikel ini
LOKASI. Tampak depan SMP Negeri 1 Sumenep di Jalan Payudan Barat, Pabian, Kecamatan Kota Sumenep, Jawa Timur. (M.Hendra.E/MaduraPost)
LOKASI. Tampak depan SMP Negeri 1 Sumenep di Jalan Payudan Barat, Pabian, Kecamatan Kota Sumenep, Jawa Timur. (M.Hendra.E/MaduraPost)

SUMENEP, MaduraPost – SMPN 1 Sumenep menuai sorotan setelah sejumlah orang tua siswa menyampaikan keberatan atas pungutan biaya yang dinilai membebani menjelang kelulusan dan kegiatan study tour tahun ajaran 2024/2025.

Biaya yang diminta sekolah dinilai tidak transparan dan minim komunikasi kepada wali murid.

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa ia diminta membayar Rp250 ribu untuk acara perpisahan, Rp75 ribu untuk ijazah, dan Rp1.350.000 untuk kegiatan study tour.

Namun, ia menyebut informasi tersebut hanya disampaikan secara lisan oleh anaknya, bukan secara resmi oleh pihak sekolah.

“Selama yang saya ingat, nggak ada koordinasi soal study tour. Itu murni info dari anak saya. Seharusnya dimusyawarahkan dari jauh-jauh hari. Ini seperti ditodong,” ungkapnya, Rabu (21/5).

Baca Juga :  Dermaga Gili Iyang Ambruk, DPRD Sumenep Soroti Kinerja Pemkab

Ia juga mempertanyakan perincian biaya perpisahan sebesar Rp250 ribu dan kejelasan pungutan ijazah yang disebutkan oleh pihak sekolah.

“Kalau memang Rp250 ribu itu untuk apa saja, ya dirinci. Ijazah Rp75 ribu itu juga gimana. Masa kami orang tua nggak dikasih penjelasan. Harusnya dibicarakan sejak awal, bukan baru dipanggil menjelang keberangkatan,” keluhnya.

Menanggapi sorotan tersebut, Kepala SMPN 1 Sumenep, Syaiful Rahman Dasuki, membantah adanya pungutan wajib yang bersifat memaksa.

Ia menegaskan, seluruh kegiatan seperti perpisahan dan study tour merupakan bentuk apresiasi kepada siswa dan sudah menjadi tradisi sekolah sejak sebelum ia menjabat.

“Apresiasi ini akan kami langsungkan lusa di Gedung KORPRI. Kami sudah koordinasi dengan Dinas Pendidikan, komite, dan wali murid. Tidak ada paksaan,” ujar Syaiful kepada wartawan.

Baca Juga :  Dugaan Pemotongan KIP di UNIBA Madura Hampir Setengah Miliar

Ia juga menjelaskan, bahwa bagi siswa dari keluarga tidak mampu, sekolah memiliki program “anak asuh” untuk membantu biaya kegiatan.

“Kalau ada orang tua yang tidak mampu, kami bantu. Ada subsidi dari program anak asuh. Bahkan ada yang sudah kami bantu. Kami tidak pilih kasih,” tegasnya.

Terkait isu pungutan ijazah, Syaiful menegaskan tidak ada kewajiban pembayaran. Ia menyebut Rp75 ribu itu bukan untuk pembelian ijazah, tetapi pilihan jika siswa ingin mencetak ijazah dengan sampul dan foto seperti tahun-tahun sebelumnya.

Baca Juga :  Dinkes Sumenep Tepis Rumor Bahaya Vaksinasi Covid-19

“Itu opsional. Mau pakai amplop bagus dan foto boleh, tidak juga tidak apa-apa. Tidak ada pungutan untuk ijazah,” katanya.

Namun, penjelasan itu belum sepenuhnya meredam kekecewaan orang tua. Banyak yang merasa minim informasi karena tidak tergabung dalam grup WhatsApp atau paguyuban resmi.

“Saya bahkan tidak pernah tergabung di grup wali murid. Kalau dari awal sudah diberi tahu, kami bisa nabung dulu. Sekarang mendadak disuruh bayar, ya terpaksa. Kasihan anak saya kalau nggak ikut,” lanjut orang tua tersebut.

Ia berharap, ke depan, pihak sekolah lebih transparan dan membuka ruang musyawarah sebelum menggelar kegiatan rutin yang menuntut biaya besar dari orang tua siswa.***