BANGKALAN, MaduraPost – Sejumlah Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non Kategori (GTKHNK) +35 mendatangi gedung DPRD kabupaten Bangkalan dengan membawa beberapa tuntutan hak mereka yang tidak terpenuhi, Rabu (12/02/2020).
Hal itu dijelaskan oleh Lutfi Samsuri selaku ketua GTKHNK kabupaten Bangkalan, guru dan tenaga kependidikan non K yang usianya lebih dari 35 tahun dan mengabdi sudah belasan tahun tidak ada kejelasan terhadap nasibnya.
“Kami menuntut GTKHNK itu diangkat menjadi PNS tanpa tes, serta honorarium sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK), yang dibebankan kepada ABPN bukan lagi pada BOS” keluhnya terhadap komisi D DPRD Bangkalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dijelaskan pula gaji guru honorer di Bangkalan yang berada di pedesaan sangat minim, baik itu Sekolah Dasar (SD) ataupun Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sedangkan jumlah guru honorer GTKHNK 35+ di kabupaten Bangkalan sekitar 4.215.
“SD rata-rata 200 ribu perbulan, dan dibayar tiga bulan sekali tergantung cairnya BOS, sedangkan SMP Rp.240.000,” imbuhnya terhadap awak media.
Menanggapi hal itu, ketua komisi D DPRD kabupaten Bangkalan Nur Hasan mengungkapkan bahwa ada dua tuntutan yang dibawa oleh para audiensi yang mendatangi kantor DPRD Bangkalan.
“Pertama, Mohon Presiden mengangkat guru honorer menjadi PNS, kedua adalah jika tidak menjadi PNS gaji tenaga honorer standartnya disamakan dengan UMK,” paparnya.
Politisi partai PPP itu menjelaskan hal yang paling logis dan rasional dalam menangani ini adalah menaikkan gaji tenaga honorer sesuai UMK.
“Menjadi PNS tanpa tes itu tidak mungkin,” imbuhnya.
Diketahui, pemerintah sudah tidak memiliki wewenang lagi untuk mengangkat guru honorer setelah ada revisi PP 48, apalagi pembebanan APBD.
“Pemerintah pusat jika tidak memperhatikan nasib guru honorer yang ada di pedesaan, saya sangat menyayangkan, karena yang membantu kepala sekolah dan yang membuat laporan BOS, serta administrasi dan mengajar adalah THL dan guru honorer,” tutupnya. (mp/sur/rul)