Penulis: Madura Post | Editor:
SUMENEP, MaduraPost.id – Berbagai bentuk Bantuan Sosial (Bansos) dari Pemerintah Republik Indonesia (RI), melalui Kementerian Sosial (Kemensos) seyogyanya demi kesejahteraan masyarakat tidak mampu.
Namun terkadang, ada banyak realita bantuan tersebut malah tidak tepat sasaran, atau sengaja tidak diberikan kepada orang yang benar-benar membutuhkan bantuan tersebut.
Sebut saja Bansos tersebut salahsatunya adalah Bantuan Sosial Pangan (BSP). Di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, BSP telah tersalurkan di beberapa Desa.
Hanya saja, masyarakat belum bisa mengerti dari banyaknya Bansos itu dibedakan untuk kegunaan apa saja. Apalagi, di masa pandemi covid-19, masyarakat Sumenep seolah ingin menerima bantuan pemerintah, tanpa melihat apakah sudah terdaftar menjadi penerima Bansos, ataukah belum sama sekali menerima bantuan itu.
“BSP itu didalamnya ada program Beras Miskin (Raskin), yang berubah menjadi Beras Sejahtera (Rastra), dan berubah lagi menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang ada pada tahun 2019 kemarin, berubah lagi menjadi Program Sembako tahun 2020,” ungkap Kepala Dinas Sosil (Dinsos) Sumenep, Moh. Iksan, Kamis (11/6).
Dia menguraikan, ada Bantuan Sosial Tunai (BST), ada BSP, Program Keluarga Harapan (PKH), dan bermacam bantuan lainnya dari Kemensos.
“Kalau Program Sembako diawal Januari 2020 itu nilainya 120 ribu, bulan Februari bertambah menjadi 150 ribu. Kemudian, mulai bulan Maret berubah menjadi 200 ribu per- Keluaga Penerima Manfaat (KPM),” ucapnya.
Secara mekanisme, Iksan menjelaskan, per-orang penerima Bansos akan diberikan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), setiap bulannya mendapatkan bantuan uang sebesar 200 ribu untuk pembelian sembako.
“Pembelian sembako ini di e-Warung atau agen yang ditunjuk Dinsos, utamanya yang terdekat dengan KPM tersebut. Kalau orang kalimo’ok ya belinya di Kalimo’ok, jangan ke Kalianget,” jelasnya.
Kemudian, nilai 200 ribu tersebut, bisa dibelanjakan seperti sumber karbohidrat (Beras, jagung, dan sebagainya). Sumber protein hewani, (telur, daging, dan sebagainya). Sumber nabati, (kacang-kacangan, tahu, tempe, dan sebagainya). Serta sumber mineral vitamin, (buah-buahan, dan sebagainya).
“Jadi 200 ribu itu bisa dibelanjakan beras saja boleh, beras dan telur boleh, tapi nilainya tidak boleh lebih 200 ribu,” paparnya.
Misalkan, lanjut Iksan menjelaskan, agen terdekat atau e-Warung belum bisa menyediakan konsumsi atau barang yang bagus, bisa saja KPM tersebut membelanjakan ke tempat yang lain sesuai dengan keperluan KPM sendiri.
Iksan mengatakan, agar Bansos merata kepada orang yang tidak mampu, KPM yanh sudah dapat BSP atau PKH, tidak boleh menerima BST.
“Yang belum dapat silahkan di usulkan di BST selama 3 bulan. Awalnya kan 600 per-bulan, informasinya akan ditambah sampai bulan Desember. Tapi nilainya tidak lagi 600 ribu, melainkan 300 per-bulannya. Cuma sampai saat ini saya belum menerima surat edarannya,” urainya.
BSP sendiri merupakan program pemerintah yang terus terealisasi selama program tersebut belum di cabut oleh Kemensos.
“Kecuali BST yang hanya 3 bulan saja,” ucapnya.
Sementara untuk KPM yang sudah terpilih oleh pemerintah sejak lama untuk mendapatkan bantuan, dan terdata sebagai PKH, otomatis mendapatkan Program Sembako.
“Ada tambahan baru perluasan karena dampak covid-19 ini. Menurut hemat saya, ketika ada KPM penerima BSP yang mau digantikan dipersilahkan, dengan catatan memang orang yang tidak mampu,” tuturnya.
Selain itu, pihaknya mengaku sering mendapatkan informasi dari masyarakat sebab ada unsur kedekatan dengan pihak Desa, sehingga orang yang benar-benar membutuhkan tidak mendapatkan bantuan.
“Saya sarankan untuk warga melakukan komunikasi dengan Kepala Desa (Kades). Saya harap Kades untuk pengusulan penerima bantuan ini jangan pilih-pilih. Ini memang dilematis kalau persoalan Desa. Kami di Dinsos belum bisa secara jauh untuk intervensi ke pihak Desa. Hanya kita menghimbau kepada Camat maupun Kades, agar tidak memilih semua masyarakat yang dianggap tidak mampu tidak diusulkan, usulkanlah semuanya. Magersarinya jangan dibedakan,” imbaunya. (Mp/al/kk)