SUMENEP, MaduraPost – Awal tahun 2020 menjadi semangat baru dalam menjawab segala persoalan. Namun, gerak anak muda seakan merangkak jauh meninggalkan kota kelahiran, tanpa tahu segala persoalan.
Bukan tanpa sebab, para anak muda hanya memilih kepastian dalam menyambung hidup, kegiatan yang nyata, lapangan pekerjaan memadai, itu tujuan para kaum ini.
Menyorot tahun 2020 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumenep sebesar Rp 2,4 triliun. Angka tersebut mengalami penyusutan dibandingkan APBD 2019 yang mencapai Rp 2,5 triliun.
Para kaum muda memilih melancong, berimigrasi ke kota besar. Bukan ingin terpaksa memilih tinggal disana, melainkan tak ada rupiah di negeri sendiri.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumenep, Khairul Anwar, mengatakan kemiskinan di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, memang bukan hal baru lagi.
Dia mengklaim, Sumenep kurang investasi, banyak pula kurangnya lapangan pekerjaan.
“Kalau swasta tidak berinvestasi, maka Pemerintah yang harus berinvestasi. Karena hari ini laju pertumbuhan di Sumenep tidak terkontrol,” kata dia pada media ini, Jumat (10/1).
Dia menjelaskan, inovasi yang membantu menciptakan pasar baru, mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada, dan pada akhirnya menggantikan teknologi terdahulu tersebut (disruptive innovation) menjadi dinamika hari ini.
“Jaman pasar baru disruptive ini menjadi jaman yang gampang ada, ini malah jadi beban. Banyaknya pengangguran baru, pemerintah harus cepat berkembang,” ucapnya.
Kemiskinan, kata dia, bisa diciptakan dari sistem maupun kebodohan. “Kita butuh anak muda. Tapi kalau pemimpinnya tidak peka dan mempersiapkan, anak mudanya kabur,” tutur Irul, sapaan akrabnya ini.
Realitanya, anak muda di Sumenep banyak berimigrasi ke kota besar, dengan alasan kurangnya lapangan pekerjaan.
“Kami memilih ke Jakarta, karena lebih jelas mencari pundi-pundi hidup, di Sumenep apa yang mau ditunggu,” terang inisial S (26), yang saat ini membuka toko di Jakarta ini.
Disinggung soal tersebut, Khairul Anwar, menuturkan apabila kepastian lapangan pekerjaan memang harus pasti.
“Karena disana uangnya banyak, kenapa disini uangnya tidak mengalir, karena tidak ada investasi disini,” singgung dia.
Bahkan, pihaknya sempat mendapatkan informasi jika investasi di Sumenep mencapai 1,4 triliun.
“Pertanyaannya investasi apa ? pemuda tidak ada yang bekerja. Tapi buktinya dimana ? Apa ini akal-akal ajakan di atas meja atau gimana ? Kita sengaja di miskinkan oleh sistem sendiri, karena orang Sumenep membeli jam kerja orang luar,” paparnya.
Inilah potret Kabupaten Sumenep, sambung Khairul Anwar, meski dompet orang Sumenep bersumber dari tiga sektor yakni pertanian, perikanan, pariwisata. Sayangnya, pemuda yang ada tetap memilih berimigrasi ke kota besar.
“Tiga infrastruktur ini harus dibenahi. Berapa APBD Sumenep tahun 2020, kalau kita ingin menjadi pemimpin daerah harus jenius. Jangan hanya orang-orang rakus kekuasaan,” tutupnya. (mp/mhe/din)