SAMPANG, MaduraPost – Di Sampang, Madura, hukum bisa berjalan dengan wajah ganda. Kasus pencabulan anak di bawah umur di Kecamatan Robatal membuka tabir aneh: satu komando polisi bicara A, pejabat lain menjawab B.
Kapolres Sampang, AKBP Hartono, dengan nada tegas menyebut BS, terduga pelaku, sudah buron dan masuk daftar pencarian orang (DPO).
“Sudah terbit DPO. Sudah,” kata Hartono, Jumat, 22 Agustus 2025.
Ia menambahkan, dokumen DPO itu memang tidak ada yang menerima, hanya tercatat atas nama BS.
“Tanya Humas,” ujarnya, seolah mengalihkan ke bawahannya.
Namun, sehari berselang, klarifikasi justru membalikkan keadaan. Plh Kasi Humas Polres Sampang, AKP Eko Puji Waluyo, ketika ditanya, menyebut surat DPO belum pernah diterbitkan.
“Insyaallah minggu depan. Saya tidak janji, tapi akan mendorong Pak Kasat untuk menerbitkan surat itu,” katanya.
Kontradiksi ini menimbulkan pertanyaan besar. Bagaimana mungkin institusi penegak hukum bisa memberikan keterangan yang saling bertabrakan? Jika benar DPO sudah terbit, mengapa Humas menyebut sebaliknya? Jika belum, mengapa Kapolres buru-buru memastikan?
Potret buram ini makin terasa jika menengok data. Dalam dua tahun terakhir saja, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Sampang mencatat sedikitnya 65 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Tahun 2022 ada 34 kasus, dan 2023 tercatat 31 kasus. Khusus kekerasan terhadap anak, sepanjang 2023 ada 26 laporan yang ditangani. Angka ini menunjukkan bahwa di balik sunyi desa-desa pesisir hingga pelosok pedalaman, masih banyak anak dan perempuan yang menjadi korban, namun tidak semua kasus mendapat kepastian hukum.
Di Robatal, keluarga korban berharap kasus ini tidak hilang dalam kabut birokrasi kepolisian. Mereka menanti kepastian: apakah BS benar-benar dicari dengan status DPO, atau justru masih bebas tanpa ada upaya nyata dari aparat.
Sementara itu, publik Sampang hanya bisa menggeleng. Di balik jargon penegakan hukum, Polres setempat justru memperlihatkan wajah keraguan. DPO yang seharusnya tegas dan jelas, kini justru tersesat di balik dua suara yang saling meniadakan.





