Marsuto Alfianto, Kuasa Hukum Kadarusman sekaligus, Ketua LBH Pusara (Lembaga Bantuan Hukum Pusat Advokasi Masyarakat Nusantara) |
BERITAMA.ID, PAMEKASAN – Proses penahanan Kepolisian Sektor Tlanakan terhadap korban pengoroyokan di Desa Branta Pesisir, Kecamatan Tlanakan, berbuntut panjang, Sabtu, (24/10/2019).
Keluarga korban pengoroyokan atas nama Kadarusman akhirnya memasrahkan kasus penahanan tersebut kepada Kuasa Hukum, Kamis Malam, (24/10/2019) lalu.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum Pusat Advokasi Masyarakat Nusantara (LBH Pusara), sekaligus kuasa hukum Kadarusman, Marsuto Alfianto, mengatakan, pihaknya bakal melakukan gelar perkara di Pengadilan Negeri, Senin (28/10) mendatang.
“Yang kami permasalahkan adalah Klien kami ini justru malah dijadikan tersangka, padahal saat itu melakukan pengeroyokan, klien kami ini dalam posisi membela teman,” Terang Alfian.
Menurut Alfian, penahanan terhadap Kadarusman yang dilakukan oleh Polsek Tlanakan adalah tindakan cacat hukum. Merujuk pada pasal 49 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), klienya tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka lantaran membela diri. Adapun yang dikatakan membela diri itu baik membela dirinya atau membela orang lain.
“maka Kadarusman atau Darus itu tidak layak dan tidak pantas untuk dijadikan tersangka, “
Selain itu, Lulusan Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara itu, menyayangkan tindakan penyidik Polsek Tlanakan yang justru lambat saat memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada keluarga korban. Surat tertanggal 17 Oktober 2019 itu, justru baru diterima oleh keluarga korban, sekitar pukul 20.00 Wib, 25 Oktober 2019. Padahal sesuai Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 tahun 2019 dan perkap nomor 14 Tahun 2012, surat itu harus diterima maksimal 10 Hari.
“Apa mungkin pihak Polsek Tlanakan itu mengetahui bahwa permasalahan ini akan melebar dan kami akan melakukan langkah langkah hukum sehingga polsek tlanakan itu mau main curang,” Terangnya.
“Mohon maaf ini informasinya di dalam BAP, barang bukti berupa senjata tajam yang digunakan ke empat pelaku pengoroyokan juga dihilangkan, ini yang kami sesalkan,” Sambung Alfian.
Alfian berharap kepada aparat kepolisian agar bisa betul betul profesional dalam menjalankan tugas sehingga persoalan hukum yang melanda kliennya tidak berat sebelah.
“Kalau suruh berdamai jelas kami tidak mau karena ini pasal penganiyaan dan pengeroyokan,” Pungkasnya.
Terpisah, Kanis Reskrim Polsek Tlanakan, Ipda Bambang Budianto, berdalih, bahwa pihaknya menetapkan tersangka terhadap Kadarusman lantaran ia ikut memukul keempat pengeroyoknyam
“Jadi mereka itu tawuran, kami sudah memeriksa semua saksi dan kami juga menetapkan Kadarusman sebagai tersangka” Dalih Bambang.
Sebelumnya, salah satu saksi kejadian pengeroyokan terhadap Kadarusman, Zainal, menceritakan, insiden tersebut bermula saat empat orang asal Dusun Tenjang, Desa Branta Pesisir, atas nama Anasrullah alias Anang (23), Muhalli alias Halli (28), Amiruddin alias Amir (25), dan Sulaiman Fadli (29) mendatangi Kadarusman dan Subaidi (Teman Korban) yang sedang meminum kopi di warung kopi.
“Saat itu Halli memegang beda tumpul, dan Sulaiman Fadli memegang senjata tajam,” Terang Zainal, Kamis, (24/10) lalu.
Zainal mengaku jika dirinya merasa keberatan dengan tindakan Polsek Tlanakan. Dirinya sempat bertanya kepada salah satu penyidik yaitu Banit Reskrim, Bripka Agus Bianto. Bukan menjawab, Agus Bianto malah mengusir Zainal dari ruangannya.
“Saya diusir dari ruangan penyidik saat saya bertanya tentang apa alasan polsek tlanakan yang menahan korban, yang mengusir saya waktu itu Banit Reskrim, Bripka Agus Bianto,” Terangnya.(Red-Marul)