SURABAYA, MaduraPost – Ketidakjelasan penggantian rumpon yang rusak akibat survei seismik memantik amarah nelayan pesisir utara Madura. Petronas Carigali Malaysia dan mitranya PT Elnusa dituding abai terhadap dampak aktivitas mereka di laut, dan kini dihadapkan pada ancaman unjuk rasa besar di kantor SKK Migas Jawa Timur, Surabaya, pada 14 Juli 2025.
Ratusan nelayan dari beberapa kecamatan, Pasean dan Batumarmar (Kabupaten Pamekasan), serta Sokobanah, Ketapang dan Banyuates (Kabupaten Sampang) bersama sejumlah aktivis, berencana menggeruduk kantor perwakilan otoritas migas negara itu. Mereka menuntut ganti rugi atas puluhan rumpon yang hancur selama eksplorasi migas dilakukan.
“Kami sudah bersabar cukup lama. Tapi sampai sekarang tidak ada penyelesaian. Petronas dan Elnusa seolah tutup mata,” kata Faris Reza Malik, koordinator aksi dari Kecamatan Banyuates.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Faris, kerusakan rumpon (rumah ikan) buatan yang menjadi andalan nelayan tradisional terjadi selama aktivitas seismik dilakukan di perairan utara Madura. Namun hingga kini, tak satu pun kompensasi dibayarkan. Padahal, nilai ekonomi rumpon bagi nelayan mencapai jutaan hingga puluhan juta rupiah per unit.
Nada serupa disampaikan Imron Muslim, aktivis lingkungan yang turut mengorganisasi aksi dari wilayah Sokobanah dan Pasena. Ia menyebut SKK Migas gagal menjalankan fungsi pengawasan dan mediasi.
“SKK Migas jangan cuma jadi penonton. Ini sudah menyangkut keadilan sosial. Kalau negara tak hadir, maka rakyat akan bergerak sendiri,” ujar Imron.
Para nelayan menyatakan bahwa janji kompensasi sempat diutarakan dalam pertemuan sebelumnya, namun hingga kini belum terealisasi.
Holik, salah satu nelayan yang rumponnya rusak, mengaku kecewa berat. Ia menyebut perusahaan migas tersebut tidak bisa lagi dipercaya.
“Kami sepakat, jika tidak ada penggantian, eksploitasi migas di laut Banyuates harus dihentikan. Ini bukan sekadar janji yang diingkari, ini soal keberlangsungan hidup,” ujarnya.
Tuntutan Berdasar Hukum
Tuntutan para nelayan bukan tanpa dasar. Mereka mengacu pada sejumlah regulasi yang menegaskan tanggung jawab pelaku usaha atas kerusakan yang ditimbulkan. Di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU Migas Nomor 22 Tahun 2001, dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas.
“Pasal-pasalnya jelas: pelaku usaha wajib memberi ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan dampak sosial. Jadi ini bukan sekadar moral, ini soal kewajiban hukum,” ujar Imron.
Ia menyebut SKK Migas memiliki tanggung jawab langsung untuk mendorong penyelesaian konflik ini. Bila tidak, menurutnya, ketegangan sosial di kawasan pesisir akan semakin sulit dikendalikan.
Ancaman Gerakan Kolektif
Aksi yang direncanakan ini dinilai sebagai babak baru perlawanan masyarakat pesisir terhadap eksploitasi sumber daya alam yang dianggap tak berkeadilan. Para penggerak aksi menyebut mereka telah menyiapkan sejumlah bukti kerugian serta dokumentasi kerusakan untuk dibawa saat unjuk rasa.
“Jika negara abai, maka gerakan rakyat akan mengambil alih. Kami ingin perlawanan ini jadi pesan keras: nelayan bukan warga kelas dua di negeri ini,” kata Faris.
Petronas Carigali dan PT Elnusa hingga berita ini diturunkan belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan tersebut.
Editor : Nurus Solehen