SUMENEP, MaduraPost – Penanganan kasus narkotika oleh Polsek Dungkek, Kabupaten Sumenep, tengah menjadi perhatian publik.
Pasalnya, hingga saat ini belum ada kejelasan terkait status Riyanto, yang diduga sebagai bandar besar dalam jaringan peredaran narkoba tersebut.
Meski dua orang tersangka, RM (34) dan RS (38), telah ditangkap sejak awal Januari 2025, Polres Sumenep belum memberikan pernyataan resmi mengenai perkembangan kasus ini.
Situasi tersebut memicu berbagai spekulasi, termasuk dugaan penerapan Restorative Justice (RJ) terhadap kedua tersangka.
Kapolsek: Fokus Penyelidikan dengan Keterbatasan Personel
Kapolsek Dungkek, Siswantoro, menyatakan bahwa penyelidikan kasus narkoba masih terus berlangsung.
Namun, pihaknya menghadapi kendala berupa keterbatasan jumlah penyidik.
“Kami terus melakukan penyelidikan terkait kasus narkoba yang sudah terungkap. Selain itu, kami juga menangani kasus pencurian dengan pemberatan (curat). Saat ini, penyidik di Polsek hanya ada satu orang, yaitu Kanitreskrim,” jelasnya, Rabu (22/1).
Mengenai Riyanto, Siswantoro mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan pemetaan lokasi keberadaannya. Namun, hasilnya belum mencapai tingkat akurasi yang memadai.
“Kami sudah mencoba memetakan keberadaan Riyanto, tetapi hasilnya belum A1 (akurat),” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa status Riyanto belum ditetapkan secara resmi sebagai tersangka karena kurangnya alat bukti.
“Kami masih memerlukan alat bukti tambahan,” ujarnya singkat.
Spekulasi Restorative Justice dan Biaya Rehabilitasi
Sebelumnya, Plt Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, menjelaskan bahwa penerapan RJ dilakukan berdasarkan aturan hukum yang berlaku.
Menurutnya, RJ dapat diterapkan tanpa memandang usia jika tersangka memiliki ketergantungan narkoba.
“Restorative Justice memungkinkan penyelesaian kasus berdasarkan kondisi tersangka, termasuk ketergantungan,” kata Widiarti, Sabtu (19/1/2025).
Namun, wacana ini mendapat kritik tajam. Banyak pihak menilai penerapan RJ menjadi celah bagi lemahnya upaya pemberantasan narkoba, terutama jika Riyanto tetap lolos dari jeratan hukum.
Kritik lain muncul terkait biaya rehabilitasi yang dinilai sangat memberatkan keluarga tersangka.
Diketahui, keluarga RM dan RS diminta membayar biaya rehabilitasi sebesar Rp30 juta per orang. Sebelumnya, rehabilitasi di RSUD dr. H. Moh. Anwar Sumenep dilaporkan mencapai Rp17 juta.
Kritik terhadap Penanganan Riyanto
Walaupun Riyanto disebutkan dalam pengakuan RM dan RS, ia belum dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Plt Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, menyatakan bahwa status DPO hanya dapat ditetapkan jika ada bukti yang kuat.
“Kasus narkoba membutuhkan bukti langsung yang mengarah pada pelaku, berbeda dengan kasus pidana umum,” tegas Widiarti.
Polisi mengaku telah beberapa kali menggerebek rumah Riyanto, namun tidak menemukan bukti yang cukup.
“Kami sudah mendatangi rumahnya, tetapi tidak ada barang bukti,” tambahnya.
Situasi ini mendapat kritik dari Gerakan Rakyat Timur Daya (GARDA), yang menilai ada kesan enggan dari pihak kepolisian untuk menyelesaikan kasus ini.
Keberhasilan Lain dan Harapan Publik
Di tengah polemik Riyanto, Polsek Dungkek melaporkan keberhasilan menangkap tiga pelaku narkoba di Desa Jaddung, Kamis (16/1/2025). Ketiganya, OSA (27), SA (29), dan HA (28), diamankan dengan barang bukti sabu seberat 2,31 gram.
Sementara itu, Satresnarkoba Polres Sumenep juga menangkap dua tersangka lainnya, KUR (20) dan MFQ (24), di depan Taman Tajamara, Rabu (15/1/2025). Dari tangan mereka, polisi menyita sabu dan alat isap.
Namun, aktivis GARDA, Reno Kurniawan, mendesak agar kasus Riyanto tidak dibiarkan menggantung. Ia mengingatkan bahwa penyelesaian RJ terhadap RM dan RS dapat melemahkan upaya hukum terhadap Riyanto.
“Kalau RJ untuk kedua tersangka selesai, polisi akan kesulitan menjadikan Riyanto sebagai target. Jangan sampai ini jadi alasan untuk tidak menuntaskan kasus,” tegasnya.
Minimnya Informasi dari Polres
Sementara itu, Kasatresnarkoba Polres Sumenep, Anwar Subagyo, memilih bungkam ketika dimintai keterangan. Ia menyatakan khawatir pernyataannya disalahartikan atau menjadi sorotan media.
“Koordinasikan saja dengan Kasi Humas. Saya tidak ingin komentar saya jadi isu besar lagi di media,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (22/1).
Publik berharap kasus ini segera diusut tuntas mengingat dampak besar yang ditimbulkan oleh peredaran narkoba di wilayah tersebut.***