PAMEKASAN, MaduraPost – Kepolisian Resort Pamekasan menahan Lurah Kolpajung Abd Aziz beserta warganya Mahmud yang berstatus sebagai guru pegawai negeri sipil (PNS) atas dugaan kasus tanah percaton.
Keduanya masuk penjara setelah dipanggil polisi menjalankan proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP), pada Rabu (22/1), sekitar pukul 16.30 WIB.
Pasalnya, warga Kelurahan Kolpajung melaporkan Aziz dan Mahmud ke aparat penegak hukum atas dugaan penyalahgunaan tanah negera. Motif kasusnya, sertifikat tanah percaton, seluas 2.181 meter persegi diatasnamakan Mahmud.
Awalnya, warga dan pihak yang dirugikan memprotes sikap Aziz. Mereka mendesak agar legalitas tanah itu diurus ulang ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk diubah tidak diatasnamakan pribadi seseorang.
Namun, Aziz tampak tutup telinga dengan seruan warganya. Berbagai proses yang dilalui namun gagal mendapatkan solusi. Karena tidak menemukan jawaban, Aziz dan Mahmud akhirnya diancam untuk dipolisikan.
Laporan warga untuk mempidanakan Aziz dan Mahmud diyakini cukup syarat. Terlebih barang bukti yang dilampirkan adalah foto kopi sertifikat tanah yang disengketakan itu sudah atas nama seseorang.
Parahnya, tanah negera tersebut jatuh ke tangan seseorang dengan kesepakatan sudah dijual. Singkat cerita, polisi menetapkan tersangka kepada Aziz dan Mahmud.
Kasubag Humas Polres Pamekasan AKP Nining Dyah Puspitasari membenarkan peristiwa penahanan atas dugaan sengketa tanah kas desa. Saat ini kedua tersangka berada di sel tahanan Polres Pamekasan.
“Kalau proses gugatan praperadilan ke pengadilan, kami kurang paham. Cuma mereka dipanggil untuk diperiksa polisi, setelahnya mereka langsung ditahan,” kata AKP Nining, Jumat (24/1).
Proses gugatan praperadilan ke Pangadilan Negeri (PN) Pamekasan yang dilakukan Aziz dan Mahmud untuk mengurangi perkara hukum, setelah keduanya ditetapakan sebagai tersangka.
Semula, gugatan praperadilan yang dilakukan Azis dan Mahmud gagal. Majelis Hakim PN Pamekasan menyatakan, penahanan kedua tersangka sudah sah secara hukum.
Meski kalah dalam sidang praperadilan, kedua tersangka ternyata terus mencari keadilan dengan mengajukan perkara perdata. Berharap dengan cara ini, eksekusi penahanan kedua tersangka tidak disegerakan polisi.
Selama belum ada putusan perkara perdata yang diajukan, polisi didesak oleh kuasa hukum Aziz dan Mahmud agar tidak melakukan penahanan.
Akan tetapi, permohonannya tersebut tidak direspons. Aziz dan Mahmud terus dipanggil polisi untuk diselidiki hingga kasusnya terbukti melanggar dan dikenai sanksi hukuman.
Di tangan polisi, keduanya dijerat pasal berlapis, yakni, Pasal 2, 3, dan 9 UU 31/1999 sebagaimana diubah menjadi UU 20/2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Para tersangka ini diancam kurungan pidana minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara. (mp/red/rus)