SUMENEP, MaduraPost – Pengurus Cabang Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Sumenep, Madura, Jawa Timur, melalui Lembaga Konsultasi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (LKP3A) meresmikan pusat layanan baru bernama Malate Center.
Layanan ini dirancang sebagai ruang konseling, pendampingan, dan advokasi bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan.
Peluncuran tersebut dilakukan dalam agenda bertajuk Sosialisasi Penanganan Kasus dan Launching Malate Center pada Kamis, 11 Desember 2025, di lantai II Aula PCNU Sumenep.
Kegiatan yang dimulai pukul 08.00 WIB itu menghadirkan dua narasumber utama, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Sumenep, Nurul Sugiati, serta Ketua Umum LBH Achmad Madani Putra dan Rekan-rekan, Kamarullah.
Keduanya dipandang sebagai figur penting yang selama ini aktif memperjuangkan perlindungan hukum dan sosial bagi kelompok rentan.
Ketua PC Fatayat NU Sumenep, Dina Kamilia mengatakan, bahwa pendirian Malate Center merupakan respons organisasi terhadap meningkatnya kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di level komunitas.
“Segala bentuk kekerasan, baik fisik maupun nonfisik, terhadap perempuan dan anak merupakan pelanggaran serius terhadap martabat manusia. Melalui Malate Center, kami ingin memastikan para penyintas mendapatkan pendampingan yang cepat, profesional, dan benar-benar berpihak kepada mereka,” ujarnya dalam sambutannya, Kamis (11/12).
Dalam momentum peresmian itu, tiga institusi Malate Center Fatayat NU Sumenep, LBH Achmad Madani Putra, dan LPA Sumenep melakukan penandatanganan komitmen bersama untuk memperkuat kerja kolaboratif dalam penanganan kasus, baik melalui jalur hukum maupun pendekatan nonlitigasi.
Sementara Ketua LBH Achmad Madani Putra dan Rekan-rekan, Kamarullah, menekankan pentingnya menjadikan kepentingan korban sebagai acuan utama dalam setiap proses hukum.
Ia menegaskan, pendampingan tidak boleh keluar dari perspektif keberpihakan kepada korban.
“Itu prinsip dasar yang harus dijaga dalam setiap langkah penegakan keadilan,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Nurul Sugiati, dari LPA Sumenep menyoroti perlunya edukasi publik untuk memperkuat pencegahan di tingkat keluarga maupun lingkungan sekitar.
“Pencegahan hanya bisa berjalan jika masyarakat memahami risiko, mengenali tanda-tandanya, dan berani melapor,” tuturnya.
Melalui nota kesepahaman yang disepakati bersama, ketiga lembaga menetapkan empat konsensus utama.
Pertama, soal kekerasan terhadap perempuan dan anak dikategorikan sebagai pelanggaran kemanusiaan yang tidak dapat ditoleransi.
Kedua, seluruh proses pencegahan maupun advokasi wajib berlandaskan perspektif korban.
Ketiga, olaborasi tiga lembaga akan dijalankan secara terpadu untuk penanganan litigasi dan nonlitigasi di wilayah Kabupaten Sumenep.
Keempat, dukungan pembiayaan program bisa berasal dari masing-masing lembaga atau sumber lain yang sah.
Diharapkan, kehadiran Malate Center dapat memperluas akses layanan perlindungan dan menjadikan upaya penanganan kasus lebih cepat, responsif, serta menjangkau masyarakat secara luas.***






