PAMEKASAN, MaduraPost – Di tengah perbukitan di sebuah daerah di Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan, Madura, terletak sebuah situs bersejarah yang menyimpan kisah legendaris.
Makam Airmata Ratu Ibu, atau dikenal dengan nama lokalnya, Aermata Ebu, menjadi saksi bisu dari perjalanan sejarah Madura.
Legenda yang mengelilingi makam ini menarik banyak pengunjung untuk merenungkan cerita di balik batu nisan dan bangunan kuno yang megah.
Sarifah Ambami, seorang wanita keturunan Sunan Giri dari Gresik, yang dikisahkan melahirkan raja-raja Madura, menjadi pusat cerita dari makam ini.
Sebagai tempat yang penuh dengan misteri dan sejarah, kompleks makam Airmata Ebu tidak hanya menjadi tempat pemujaan, tetapi juga menjadi saksi bisu dari berbagai zaman yang telah berlalu.
Konstruksi bangunan kuno yang diduga berdiri sejak abad ke-15 atau ke-16, masih memancarkan pesona meski telah uzur.
Tidak hanya sebagai tempat peristirahatan terakhir Sarifah Ambami, makam ini juga menjadi tempat peristirahatan bagi beberapa tokoh penting Madura lainnya, termasuk Panembahan Tjakraningrat II dan III.
Keunikan makam ini terletak pada seni ukir yang memperindah setiap detailnya. Batu nisan yang terbuat dari batu putih mirip pualam, dipahat dengan indahnya menjadi daya tarik utama pengunjung.
Begitu pula dengan cungkup utama yang terdiri dari tiga bangunan megah berukuran 40 x 20 meter, yang menjadi penanda penting dalam kompleks makam ini.
Hasan Fajri, seorang juru kunci makam, menjelaskan bahwa gaya arsitektur dan seni ukir di makam ini mencerminkan pengaruh Hindu, Buddha, dan Islam, menjadi bukti dari pluralitas budaya yang pernah ada di Madura.
Namun, di balik keindahan seni dan arsitektur, makam Airmata juga menghadirkan sebuah legenda yang menggetarkan hati.
Kisah tentang Sarifah Ambami yang bertapa dengan harapan agar keturunannya menjadi pemimpin di Madura, menjadi cerminan dari keimanan dan harapan yang terukir di setiap batu nisan.
Dalam legenda tersebut, Sarifah Ambami memohon kepada Tuhan agar permintaannya untuk keturunan menjadi pemimpin di Madura dikabulkan.
Namun, ketika permintaannya hanya terpaku pada tujuh turunan, suaminya yang marah meminta agar keturunannya selamanya menjadi pemimpin.
Karena itulah, Sarifah Ambami terus berdoa di tempat pertapannya, menangis dan berharap hingga akhir hayatnya.
Legenda yang menyayat hati ini menjadi asal muasal nama Aermata, yang bermakna air mata, sebagai ungkapan duka dan haru yang terukir di sepanjang sejarahnya.
Sebagai situs bersejarah yang memiliki nilai budaya dan keagamaan yang tinggi, makam Airmata Ratu Ibu terus dijaga dan dipelihara oleh pemerintah setempat.
Pengunjung dari berbagai penjuru terus berdatangan untuk menyaksikan keindahan alam dan menelusuri jejak legenda yang terkubur di dalamnya.
Makam Airmata Ebu tetap menjadi saksi bisu dari rentetan sejarah yang memperkaya khazanah budaya Madura.***






