SUMENEP, MaduraPost – Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kabupaten Sumenep, Benny Irawan, memberikan penjelasan resmi terkait beredarnya informasi soal nilai seleksi proposal penelitian dari perguruan tinggi.
Ia menegaskan, sistem penilaian resmi tim BRIDA tidak menggunakan angka skor seperti yang ramai beredar, melainkan memakai skala Likert yang menitikberatkan pada kualitas dan substansi penelitian.
Pernyataan Benny muncul setelah terjadi kegaduhan terkait transparansi seleksi, menyusul tersebarnya daftar nilai peserta di grup Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM).
Data yang beredar menunjukkan fenomena aneh, beberapa perguruan tinggi dengan nilai tinggi justru gagal lolos, sementara peserta dengan nilai lebih rendah dinyatakan lolos.
Dalam daftar itu, contohnya, Sekolah Tinggi Ilmu Raudlatul Iman Ganding (975), Universitas Al-Amin Prenduan Sumenep (955), dan Institut Kariman Wirayudha (940) tercatat tidak lolos seleksi.
Sebaliknya, Universitas Wiraraja Madura Sumenep dengan nilai 935 dan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Kampus Sumenep dengan nilai 905 justru lolos.
“Ini ramai diperbincangkan di grup LPPM. Banyak kampus merasa dirugikan,” ujar seorang sumber yang enggan disebutkan namanya, Jumat (15/8/2025).
Sumber itu juga menyinggung perguruan tinggi lain, seperti INKADA Gapura, yang memiliki nilai 940 namun gagal lolos.
“UNIJA dengan skor 935 dan PENS 905 justru lolos. Sementara STIDAR 975, AL-Amin 955, dan Inkada 940 tidak lolos,” lanjutnya memberikan contoh.
Menanggapi kontroversi ini, Benny Irawan mengaku terkejut dengan munculnya daftar nilai tersebut. Ia menekankan bahwa format penilaian resmi BRIDA tidak pernah berbentuk skor numerik seperti itu.
“Data itu luar biasa munculnya, karena secara administrasi saya sendiri tidak menerima laporan seperti itu. Dugaan saya, itu adalah hasil penilaian individu, bukan penilaian kolektif tim yang resmi saya SK-kan,” tegas Benny, Senin (18/8).
Menurutnya, laporan yang sah dari tim penilai menggunakan skala Likert 1–5 untuk menilai substansi penelitian.
Benny mencurigai data yang beredar berasal dari alat ukur pribadi salah satu anggota tim, bukan hasil kolektif BRIDA.
“Makanya saya kaget, tidak ada data seperti itu. Yang saya terima dari tim penelitian sifatnya substansi penelitian dan dinilai menggunakan skala Likert, bukan skor angka,” jelas Benny.
Ia menegaskan, BRIDA akan melakukan klarifikasi internal terkait asal-usul data ini. Selain itu, pihaknya tetap membuka kesempatan bagi perguruan tinggi untuk mengajukan proposal kembali.
“Kalau ingin lihat bukti fisik laporannya, tidak ada format penilaian seperti itu,” pungkas Kepala BRIDA Sumenep.
Sebagai catatan, skala Likert berbeda dengan skor angka. Skala Likert biasanya dipakai untuk mengukur persepsi, tingkat kesepakatan, atau kualitas pencapaian, dengan rentang nilai seperti 1–5 atau 1–7, misalnya 1 = sangat tidak setuju dan 5 = sangat setuju. Sistem ini lebih menekankan aspek kualitatif daripada angka absolut.
Sementara skor angka merupakan penilaian numerik murni, biasanya dalam rentang 0–100 atau 0–1000, yang menunjukkan total perolehan berdasarkan perhitungan kuantitatif.
Analognya, skala Likert seperti menilai rasa kopi dari “sangat tidak enak” hingga “sangat enak”, sedangkan skor angka memberi poin rasa kopi dari total 100.***






