Foto: Dok BERITAMA.ID |
BERITAMA.ID, Sampang – Kerusakan lahan hijau di kabupaten Sampang perlu mendapat perhatian serius dari pemkab. Pasalnya, selama ini kerusakan selalu terjadi dan merata di seluruh kecamatan.
Data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sampang menyebutkan, luas lahan kritis di Kota Bahari mencapai 41.477 ribu hektare. Lahan kritis disebabkan karena penebangan pohon sembarangan, dan aktivitas penambangan galian C.
Kabid Konservasi dan Rehabilitasi Lingkungan DLH Sampang, Imam Irawan mengatakan, kerusakan lahan hijau atau lahan kritis semakin meluas. Penyebabnya, karena penembangan pohon yang dilakukan masyarakat, dan pertambangan.
“Kebanyakan lahan yang sebelumnya merupakan hutan rakyat kini menjadi lahan tandus. Banyak lokasi bekas galian C yang dibiarkan begitu saja tanpa adanya upaya perbaikan atau reboisasi lahan,” terangnya. Selasa (24/09/19).
Banyak masyarakat yang melakukan penebangan pohon di hutan rakyat. Pohon ditebang sebelum pohon itu berusia 15 tahun, dan setelah itu tidak ada pohon yang ditanam sebagai pengganti. Akibatnya, hutan rakyat gundul dan tidak lagi hijau.
“Kami tidak bisa melarang warga yang ingin menebang pohon di hutan rakyat. Karena itu hak warga sebagai pemilik lahan,” ucapnya.
Selama ini pihaknya hanya sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku tambang agar bisa ikut menjaga dan memelihara lahan hijau. Salah satunya, dengan tidak menebang pohon sembarangan. Tujuannya, agar lahan kritis bisa diminimalisir.
“Tapi upaya yang kami lakukan kurang mendapat dukungan dari masyarakat atau pihak terkait,” katanya.
Menurut Irwan, lahan hijau sebagai lahan resapan air yang berfungsi untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah terjadinya bencana alam. Misalnya banjir, longsor, dan semacamnya.
Pihaknya menjalankan program penanaman pohon untuk ditanam di hutan rakyat, taman kota, dan pekarangan rumah warga. Ada sekitar 24 ribu bibit pohon yang disediakan. Mulai dari pohon asam, jati, dan buah-buahan.
“Ada bibit pohon kelengkeng, duren, dan masih banyak lagi. Bibit itu bantuan dari pemerintah provinsi. Warga yang ingin menanam bisa mengajukan ke DLH,” pungkasnya.
Moh. Waris, 41, aktivis lingkungan asal Kecamatan Kedungdung meminta pemkab bisa memerhatikan kerusakan lahan hijau. Pemkab harus tegas menangani aktivitas pertambangan galian C. Pertambangan membuat warga sulit menemukan sumber air, dan debit air di sumur kecil.
“Dulu kedalaman 15 meter itu sudah bisa menemukan sumber air, sekarang butuh 30-50 meter,” tandasnya. (Red-Zainal/Mukarram)