HARI ini, 5 Februari 2025, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) genap berusia 78 tahun! Organisasi mahasiswa tertua di Indonesia ini telah melahirkan banyak tokoh bangsa dan tetap eksis dalam perjuangan di berbagai lini kehidupan.
Sejak didirikan oleh Lafran Pane pada 5 Februari 1947 di Yogyakarta, HMI hadir sebagai wadah bagi mahasiswa Islam untuk mengembangkan intelektualitas, membangun karakter kepemimpinan, serta berkontribusi dalam perjuangan bangsa.
Dengan dua misi utama yakni mempertahankan NKRI dan mengembangkan ajaran Islam—HMI telah menjadi bagian penting dalam perjalanan sejarah Indonesia. Lahirnya HMI tak lepas dari situasi Indonesia yang masih berjuang mempertahankan kemerdekaan dari penjajah.
Saat itu, para mahasiswa muslim merasa perlu membentuk organisasi yang bisa memperkuat keislaman dan kebangsaan. Lafran Pane bersama kawan-kawan pun menggagas pendirian HMI di Sekolah Tinggi Islam (sekarang UII), Yogyakarta.
Sejak saat itu, HMI berkembang pesat di berbagai kampus di Indonesia. Organisasi ini menjadi tempat kaderisasi intelektual muslim, di mana mahasiswa ditempa untuk menjadi pemikir, aktivis, dan pemimpin yang berintegritas.
HMI banyak melahirkan sepak terjang sejarah dari berbagai momentum penting di Indonesia. Di antaranya pada era kemerdekaan (1947-1950-an). Disini HMI aktif menjadi bagian dan mempertahankan NKRI dari ancaman disintegrasi dan agresi militer Belanda.
Kemudian masuk pada era orde lama (1950-1965). Disini HMI menjadi oposisi terhadap dominasi komunisme di kampus-kampus dan ikut menentang PKI. HMI menolak rencana pembubaran yang diajukan oleh Presiden Soekarno karena dianggap terlalu dekat dengan Barat.
Setelah itu, di era orde baru (1966-1998). Banyak kader HMI yang masuk ke pemerintahan dan birokrasi, berperan dalam pembangunan nasional.
HMI juga melahirkan tokoh-tokoh kritis yang menentang praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di masa Soeharto.
Dan terakhir, pada era reformasi (1998-sekarang). HMI menjadi bagian dari gerakan reformasi yang menuntut perubahan demokrasi di Indonesia.
Hingga kini, HMI tetap aktif dalam mengawal isu-isu kebangsaan seperti pendidikan, kesejahteraan rakyat, dan hak asasi manusia.
Tak bisa dipungkiri, banyak pemimpin nasional lahir dari organisasi ini. Beberapa di antaranya adalah, Anies Baswedan (Mantan Gubernur DKI Jakarta), Akbar Tanjung (Mantan Ketua DPR), Jusuf Kalla (Mantan Wakil Presiden RI), Mahfud MD (Mantan Ketua MK & Menkopolhukam), dan Yusril Ihza Mahendra (Pakar Hukum Tata Negara).
Mereka adalah contoh bagaimana HMI telah menjadi kawah candradimuka bagi generasi intelektual muslim yang berperan besar dalam pemerintahan dan berbagai bidang lainnya.
Di era digital dan globalisasi seperti sekarang, HMI menghadapi tantangan baru yang berbeda dari masa lalu. Beberapa tantangan tersebut meliputi, Radikalisme dan Intoleransi, HMI harus tetap menjadi organisasi Islam yang inklusif dan moderat.
Krisis Kepemimpinan, HMI harus terus mencetak pemimpin yang berintegritas, bukan hanya sekadar politisi. Relevansi di Era Digital, HMI harus bisa memanfaatkan teknologi untuk kaderisasi dan advokasi isu-isu nasional.
Namun, dengan semangat Keislaman, Keindonesiaan, dan Kemanusiaan, HMI diharapkan tetap menjadi garda terdepan dalam membangun bangsa yang lebih adil, demokratis, dan sejahtera.
Selamat Milad ke-78, HMI! Tetap berjuang, tetap kritis, dan tetap menjadi agen perubahan bagi Indonesia!***
Penulis adalah KAHMI Pamekasan sekaligus wartawan aktif MaduraPost