Scroll untuk baca artikel
Berita

Gaji Dipotong dan Dipecat, Realita Buram Pekerja Media

Avatar
21
×

Gaji Dipotong dan Dipecat, Realita Buram Pekerja Media

Sebarkan artikel ini
DISKUSI. Potret peserta menyimak pemutaran film Cut To Cut dan diskusi dalam rangka World Press Freedom Day 2025 di Niscala Cafe, Sumenep. (M.Hendra.E/MaduraPost)
DISKUSI. Potret peserta menyimak pemutaran film Cut To Cut dan diskusi dalam rangka World Press Freedom Day 2025 di Niscala Cafe, Sumenep. (M.Hendra.E/MaduraPost)

SUMENEP, MaduraPost – Dalam rangka memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia 2025, masyarakat Sumenep disuguhkan sebuah tayangan dokumenter bertajuk Cut To Cut, yang menyentil nurani publik mengenai nasib tragis para pekerja media yang tersingkirkan oleh sistem yang timpang.

Karya ini digarap oleh Miftah Faridl, eks jurnalis CNN Indonesia, dan dipertontonkan pada Sabtu malam (3/5/2025) dalam sebuah forum yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya di Sumenep.

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Film ini tak hanya menampilkan rangkaian kejadian nyata, namun menjadi simbol perlawanan terhadap praktik ketidakadilan yang jamak terjadi dalam ruang redaksi.

Melalui narasi pengalaman pribadi dan kawan-kawannya, Miftah memotret realitas pahit: pemangkasan upah secara sepihak dan pemecatan tanpa kejelasan. Hal ini menjadi inti dari kritik tajam yang disampaikan dalam dokumenter tersebut.

Baca Juga :  Gelombang Keluhan Warga Sumenep, Pemkab Siap Tindak Tegas J&T Express

“Kita ini bagian dari kelas pekerja. Jadi, tidak ada alasan untuk merasa rendah saat disebut buruh,” ujar Faridl dalam sesi diskusi setelah pemutaran film berlangsung, Sabtu (3/5) malam.

Ia mengungkapkan, bahwa film ini dibuat sebagai catatan kolektif bagi masyarakat, agar publik menyadari bahwa bahkan mereka yang bertugas menyampaikan kebenaran pun bisa menjadi korban sistem yang menindas.

Faridl menjelaskan, bahwa sejak September tahun lalu, ia bersama tujuh jurnalis lain di Jakarta harus menghadapi tekanan dari manajemen.

Gaji yang sebelumnya Rp3 juta dipangkas hingga tinggal 60 persennya. Setelah itu, mereka diberhentikan tanpa proses yang adil.

“Kami tidak tinggal diam. Kami menolak tunduk pada kekuasaan pemilik media, termasuk Chairul Tanjung,” tegasnya lantang.

Baca Juga :  Bukan Hanya di Lampung, di Pamekasan Juga Banyak Ditemukan Jalan Rusak dan Hancur

Menurut Faridl, membiarkan ketimpangan terjadi hanya akan memperkuat budaya kekerasan dalam struktur industri media.

“Bila kita diam terhadap perlakuan semena-mena seperti yang dilakukan CNN Indonesia, bukan tidak mungkin hal yang sama akan menimpa jurnalis lain di masa mendatang,” tambahnya.

Cut To Cut telah diputar di lebih dari 30 kota di seluruh Indonesia, menjadi pemicu diskusi dan solidaritas di kalangan jurnalis serta masyarakat luas.

“Walau posisi kita dalam struktur kekuasaan tidak sejajar, bukan berarti kita tak punya kekuatan untuk melawan,” ucapnya.

Acara diskusi di Sumenep turut menghadirkan dua narasumber, yakni Moh. Rifai dari Komisi Informasi Kabupaten Sumenep serta Moh. Busri, jurnalis dari Madura Indepth.

Baca Juga :  Di Bulan Ramadhan, AWAS Berikan Santunan Pada Anak Yatim dan Beri Bantuan Sembako Pada Tukang Becak

Keduanya mengupas permasalahan mendasar yang dihadapi jurnalis hari ini, mulai dari praktik pemecatan massal, pemotongan gaji tanpa dasar, hingga lemahnya sistem perlindungan hukum bagi para pekerja media.

Dalam pernyataan resminya, AJI Surabaya menegaskan, bahwa pembelaan terhadap kebebasan pers tidak akan pernah utuh jika hak-hak jurnalis sebagai pekerja tidak turut diperjuangkan.

“Jurnalis adalah buruh. Dan setiap buruh memiliki hak yang wajib diperjuangkan,” tegas pernyataan itu.

Acara ini menjadi cermin bagi publik, bahwa di balik informasi yang mereka konsumsi setiap hari, ada para pekerja media yang berjuang bukan hanya menyampaikan fakta, tapi juga mempertahankan hak dan martabatnya di tengah situasi yang tidak selalu adil.***