SAMPANG, MaduraPost – Pada 2019 lalu pemerintah kabupaten (pemkab) Sampang menjalankan program Alokasi Dana Kelurahan (ADK) yang dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan APBN.
Terdapat 6 Kelurahan di kecamatan Sampang yang mendapatkan program tersebut. Yakni Kelurahan Gunung Sekar, Dalpenang, Rongtengah, Karangdalam, Polagan dan Banyuanyar.
Setiap Kelurahan kecipratan dana Rp 1.170.000.000, Perinciannya Rp 800 juta dari APBD, dan Rp 370 juta dari APBN, Dana tersebut digunakan dalam kegiatan proyek fisik berupa pembangunan gorong-gorong atau saluran irigasi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Akan tetapi, DPRD setempat menuding jika pelaksanaan program ADK 2019 amburadul dan tidak sesuai ketentuan. Mulai dari tahap perencanaan, realisasi di lapangan, hingga pencarian dana yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Anggota DPRD Sampang R. Aulia Rahman
mengatakan, sejak awal pelaksanaan program ADK 2019 di Sampang memang menuai banyak masalah, Pertama program tersebut dikontraktualkan, Padahal seharusnya program itu dikerjakan secara swakelola dengan memberdayakan atau melibatkan masyarakat setempat.
“ADK itu hampir sama dengan program Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang dalam pelaksanaannya melibatkan warga setempat,” katanya, Senin (6/1/2020)
Kemudian, pelaksanaan program ADK banyak yang terlambat dan mengambaikan peraturan. Misalnya proyek tidak dilengkapi dengan papa informasi, padahal informasi itu penting diketahui masyarakat.
“Setelah kami memanggil camat, lurah, dan konsultan pengawas, Mereka malah plonga-plongo seperti tidak ada masalah,” ucapnya.
Politikus Partai Demokrat itu memastikan bahwa hampir 90 persen proyek ADK tidak sesuai dengan standart. Indikasinya bahan material U-dicht yang digunakan oleh rekanan tidak memiliki International Organization for Standardization (ISO) dan berlabel Standar Nasional Indonesia (SNI). Akibatnya bahan material tersebut mudah retak.
“Saya sudah melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke sejumlah lokasi proyek ADK. Hasilnya banyak U-dicht yang tidak berlabel SNI,” tuturnya.
Persolan yang lain dalam program ADK, lanjut Aulia, ialah terkait dengan pencairan dana yang dilakukan sebelum proyek tuntas 100 persen.
Dirinya menduga ada pemalsuan surat pertanggungjawaban (SPJ) yang dilakukan pihak terkait dalam laporan progres pengerjaan untuk proses pencairan dana.
Padahal ungkap Aulia, ada kegiatan ADK yang belum selesai hingga 31 Desember 2019. Tapi dananya sudah dicairkan terlebih dahulu.
“Apa dasar hukum Camat sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan Badan Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) dalam mencairkan dana ADK,” cetusnya.
Pihaknya mendukung Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang melaporkan persoalan realisasi proyek ADK ke pusat. Harapannya, Tim audit bisa segera turun ke Kota Bahari untuk melakukan audit terhadap realiasi program ADK 2019.
“Kalau butuh saksi saya siap jadi saksinya,” ujarnya.
Hingga berita ini masuk dapur redaksi, Camat Sampang Yudi Adi Darta belum bisa dikonfirmasi, beberapa kali dihubungi melalui nomor telepon yang biasa digunakan tak direspon. (mp/zen/rul)