SUMENEP, MaduraPost – Direktur Pusat Bantuan Hukum (PBH) Jawa Timur, Nadianto, mengingatkan bahwa keikutsertaan BPJS bagi seluruh tenaga kerja merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar.
Kewajiban itu ditegaskan kembali dalam peraturan ketenagakerjaan, termasuk yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
“Kalau merujuk pada aturan yang berlaku, setiap perusahaan wajib mendaftarkan karyawannya dalam program BPJS. Ini adalah hak pekerja yang tidak boleh diabaikan,” ujar Nadianto, Senin (8/12).
Ia merinci, bahwa perusahaan seharusnya memberikan lima jaminan penting melalui BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Pensiun, hingga Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Pengabaian terhadap kewajiban ini, katanya, dapat berujung sanksi mulai dari teguran administratif hingga kemungkinan pidana.
“Ini bukan perkara sepele. Ada iuran yang seharusnya dibayarkan ke BPJS tapi tidak disalurkan. Itu jelas pelanggaran hukum,” ucapnya menegaskan.
Menurut Nadianto, dampak paling besar dari kelalaian seperti ini justru dirasakan para pekerja. Tanpa jaminan sosial, buruh tidak memiliki perlindungan ketika menghadapi risiko kerja atau memasuki masa pensiun.
“BPJS adalah hak karyawan. Kalau tidak ada BPJS, yang rugi jelas pekerja. Karena itu, persoalan ini harus ditertibkan secara serius oleh Dinas Ketenagakerjaan. Ini menyangkut hajat hidup para buruh dan pekerja,” kata dia.
Sorotan PBH Jatim bermula dari temuan bahwa lebih dari 140 pegawai di sembilan cabang swalayan milik BMT NU Jawa Timur belum terdaftar BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan, meski lembaga keuangan tersebut memiliki jaringan 107 cabang dan omzet Rp1,3 triliun. Informasi itu diperkuat kesaksian seorang mantan pegawai yang namanya minta dirahasiakan.
“Bukan satu dua orang. Banyak yang bertahun-tahun kerja tanpa BPJS apa pun,” ungkap mantan pekerja tersebut.
Menanggapi tudingan itu, Direktur Utama BMT NU Jatim, Masyudi Kanzillah, tidak membantah. Ia menyebut, bahwa keikutsertaan BPJS hanya diberikan kepada pegawai yang dinilai telah memenuhi syarat sebagai karyawan tetap penilaiannya berdasarkan Key Performance Indicator (KPI), bukan masa pengabdian.
“Alhamdulillah sudah diikutkan BPJS, khusus karyawan tetap. Itu ditentukan bukan berdasar masa kerja, tapi KPI,” katanya.
Pernyataan ini kemudian menuai kritik karena bertentangan dengan regulasi nasional yang mewajibkan setiap bentuk hubungan kerja tetap, kontrak, harian lepas, magang, maupun paruh waktu untuk segera didaftarkan BPJS sejak hari pertama perjanjian kerja.
Lebih memunculkan tanda tanya, pihak manajemen juga tidak mampu menjelaskan berapa jumlah pasti karyawannya yang telah terdaftar BPJS dari total 1.032 pegawai.
Kepala Disnaker Sumenep, Heru Santoso, menegaskan kembali bahwa aturan pemerintah tidak memberi ruang pengecualian.
“Bicara wajib ya wajib. Perusahaan wajib mendaftarkan karyawan ke BPJS sejak hari pertama kontrak. Tidak ada batas masa kerja, dan tidak hanya di ketenagakerjaan, di BPJS Kesehatan juga,” terang Heru.
Namun ia menambahkan, Disnaker kabupaten tidak memiliki kewenangan untuk menindak pelanggaran secara langsung.
“Kewenangan sepenuhnya berada pada Disnaker Provinsi Jawa Timur. Peran kami hanya pembinaan dan sosialisasi,” ujarnya.***






