SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Opini

Cerpen | 345 Hari

×

Cerpen | 345 Hari

Sebarkan artikel ini
Cerpen oleh: Febi sri indah maghfiroh*

Pertanyaan itu ada. Terkadang pertanyaan itu menyelusup masuk kedalan euforia-euforia khayalan. Mengadakan yang tidak ada, dan meniadakan yang ada.

Aku sakit tapi aku baik baik saja.
Aku bahagia tapi aku menangis.
Ya tuhan  ada apa denganku???

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

***
Hujan mengguyur ibu kota dengan derasnya. Aku termenung, melupakan secangkir cappucino di depanku. Pikiranku melayang, membawaku menuju dimensi masa lalu.

Dulu, dulu sekali sebelum smartphone secanggih sekarang. Saat suara tawa lepas masih menghiasi pekarangan-pekarangan ruman, sawah-sawah petak, bukit-bukit terjal.

Sore itu, aku mengantarkan kopi untuk tamu ayah di beranda depan rumah, kamu disana, tertawa dengan renyahnya, mata almond-mu menyipit indah, menciptakan candu yang tak bisa kuungkapkan. Aku tertegun, menelan saliva dengan susah payah. Aku tertunduk malu saat mata almondmu tidak sengaja bertemu dengan mata hazelku. Ya tuhan aku malu.
Kudengar suara ayahku menginterupsiku agar segera menghampirinya. dengan langkah pelan dan debaran jantung yang menggila aku perlahan menuju tempat ayah berada.


Tanganku gemetar, entahlah ada apa denganku sekarang, rasanya aku sangat gugup. aku hendak berbalik meninggalkan beranda saat suara ayah menyuruhku untuk tetap diam, wajahku memerah saat dia menyungingkan senyum tipis ke arahku, ahh manis sekali.

Ayah memperkenalkanku pada rekan-rekannya. dan aku tahu dia Adam, anak teman ayah. aku dan adam bersalaman, saling menukar senyum sopan.
Ayah menyuruhku mengajak Adam berkeliling, aku hanya mengangguk saja.

Dengan malu malu aku ajak Adam untuk berkeliling sekitar rumah, dan kebun teh. ayahku memang miliki perkebunan teh yang berada di belakang pekarangan rumah. Tak ada yang membuka percakapan dalam perjalanan. aku hanya menunduk malu, dan Adam? entahlah aku tak bisa melihatnya.

Itu hari pertama aku mengenal Adam, pertama kali aku melihat senyumnya, mendengar tawanya, menatap bola mata almod teduh miliknya.
Sejak hari itu kami sering menghabiskan waktu berdua, entah itu pergi ke pasar malam, menunggu sunset di tepi pantai, berlarian di padang ilalang, dan masih banyak hal hal seru yang kami lakukan.

Di hari 42, Adam mengajakku berkencan, ahh itu adalah pengalaman pertamaku, aku gugup dan senang  secara bersamaan. Ku obrak-abrik semua isi lemari pakaianku, mencari pakaian yang sempurna untuk acara nanti malam.

Dan hal paling membahagiakan ketika Adam memintaku menjadi pacarnya, dengan senyum mengembang aku mengangguk cepat, sambil berguman tak jelas. aku terlalu bahagia malam itu.
Awalnya semua baik-baik saja, kami menghabiskan banyak waktu berdua. bersenang-senang dan berdebat hal tidak penting. hingga hari ke 93 aku merasa ada yang berubah dengan Adam,  aku tak lagi mendengar tawanya, lelucon konyolnya, bahkan senyumnyapun tidak. aku ingin bertanya, tapi apalah daya Adam selalu menghindar


Perasaan aneh mulai merayapi hati dan pikiranku. Aku tak yakin dengan apa yang aku rasakan waktu itu, rasanya seperti  ada hal yang hilang ketika aku melewatkan senja tanpa Adam.

Hingga hari ke 98 Adam masih sama, dia semakin menghindariku, aku sudah beberapa kali mengunjungi rumahnya, tapi yang kudapat hanya pembantu yang selalu mengatakan “den Adam sedang tidak ada di  rumah, baru saja berangkat.” ahh alasan klise, kenapa tidak bilang saja kalau Adam tidak ingin menemuiku, gerukutu dalam hati.

Hari ke 107, aku menyerah, aku tidak lagi berkunjung ke rumah Adam. Tapi apa yang bisa aku lakukan jika seperti ini? aku memilih mundur dengan secercah harapan.

Hari hariku terus berjalan tanpa Adam, hampa. yah itu yang aku rasakan, terkadang aku menangis di sepertiga malam saat tak sengaja memori-memori kebersamaan kami kembali terngiang di kepalaku. sebenarnya apa yang terjadi dengan adam? aku bingung, aku ingin bertanya, tetapi pada siapa? aku harus menumpahkan rasa penasaran ini pada  siapa?, aku tidak tau harus apa. dan hal terbodoh yang pernah  aku lakukan hanya diam, mengikuti takdir.

Hingga hari ke 345 aku mulai membuka hati, aku tidak pernah menduga perasaan yang aku rasakan sampai sedalam ini pada Adam, maklum saja Adam adalah cinta pertamaku, mungkin itu sebabnya aku sulit melupakannya.

Aku hanya dapat tersenyum kecut mengingat Adam, tidak ada kata putus di antara kita. ahh adam brengsek tapi aku mencintainya.

hari itu juga aku menerima paket, tidak ada nama pengirimnya, sempat bertanya pada petugas pos yang mengantar tapi beliau bilang “tidak tahu neng, ini teh paket dari bandung, bapak mana tahu siapa pengirimnya, tidak ada nama pengirimnya.” begitu katanya, aku menggerutu pelan, kalu ada nama pengirimnya untuk apa aku bertanya. aku hanya tersenyum singkat dan mengatakan terimakasih.

Aku berlari menuju rumah, dengan tidak sabar dan rasa penasaran yang membuncah Kubuka dengan kasar paket yang baru aku terima tadi. mataku terbelalak. bunga edelweis dan sepucuk surat. Mendebarkan.

“bilqis mungkin aku hanya seorang pengecut yang tidak bisa berbuat apa-apa ketika takdir tak memihak pada kita, tapi yang harus kamu tahu aku begitu mencintaimu, bagiku tawamu mengalihkan duniaku, mata hazelmu membawaku kedalam hamparan air jernih nan tenang, terimakasih telah menciptakan cerita bersamaku, mungkin benar cinta  tak harus memiliki, selamat berbahagia Bilqis. maaf kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini. sekali lagi maaf.
dari seorang yang selalu mengagumimu, Adam.”

Rasanya seperti ada yang menghantam dengan berton-ton beton tepat di hati, sakit, sesak, semua menjadi satu. Liquid bening mengalir deras membentuk aliran sungai, membelah pipiku lembut. pikiranku kacau, kalut, tidak tahu harus apa, hatiku hancur berserakan.


Ya tuhan kenapa seperti ini?
***
Buggg………..
lamunanku buyar saat ada yang menyentuh bahuku keras.
“kenapa?” tanyaku linglung.
“mikiri apa?” tanyanya penasaran, aku hanya menggeleng, enggan bercerita.
yahh sekarang aku sudah melanjutkan hidup tanpa Adam, Adam hanya bagian dari masa lalu yang akan selalu aku kenang, namamya masih tersimpan rapi di sudut hati kecilku.
Meski terkadang aku memikirkannya hingga menangis. entahlah aku merasa rasa untuk kak Adam masih subur. dan sampai saat ini aku masih bertanya tanya alasan apa yang membuat Adam meninggalkanku.
Entahlah sejak saat itu semua tentang Adam seakan lenyap dari peradaban, mulai dari rumahnya yang pindah, nomor telpon rumah tidak aktif dan semua yang berkaitan dengan adam seakan tak lagi ada, semua terhapus oleh alasan yang tak pernah aku tahu.

*Penulis adalah perempuan kelahiran
pamekasan, 03 juni 2003, yang saat ini sedang menempuh pendidikan di MAN-1 Pamekasan. Aktiv sebagai Sekretaris I di Organisasi Siswa Intra Sekolah (Osis) dan Dewan Pramuka.
Baca Juga :  Implikasi Tri Motto PMII, Dzikir Fikir dan Amal Sholeh

>> Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita madurapost.net Goggle News : Klik Disini . Pastikan kamu sudah install aplikasi Google News ya.