PAMEKASAN, MaduraPost – Pamekasan, sebuah kota yang terletak di Pulau Madura, Jawa Timur, tidak hanya terkenal dengan budaya dan tradisinya yang kaya, tetapi juga menjadi tempat bagi kisah inspiratif tentang dedikasi dan perubahan sosial melalui dunia politik.
Salah satu tokoh sentral dalam narasi ini adalah Andy Suparto, seorang politisi senior di Kabupaten Pamekasan yang telah mengabdi sejak tahun 1999 hingga saat ini.
Itu tercatat setelah Pileg 2024 ia kembali berhasil menduduki parlemen dengan menjadi wakil rakyat dari Dapil III meliputi Kecamatan Pasean, Waru, dan Batumarmar.
Perjalanan di dunia politik pria berusia 57 tahun ini terbilang unik dan penuh inspirasi. Berbeda dengan kebanyakan politisi yang memiliki latar belakang sebagai pengusaha sukses atau aktivis yang lantang.
Andy justru memulai kariernya dari dunia pendidikan sebagai Guru SPG, sebuah profesi yang saat ini mungkin sudah jarang terdengar mengingat Sekolah Pendidikan Guru (SPG) telah dihapus.
“Saya latar belakangnya, bukan politisi, tapi Guru SPG. Iya namanya guru punya kegiatan dan aktivitas mengajar,” ujar Andy dengan nada penuh kenangan.
Itu adalah dunia yang telah membesarkan hatinya, dunia di mana ia mengajarkan bukan hanya tentang pengetahuan, tetapi juga tentang nilai dan karakter.
Dorongan untuk terjun ke dunia politik datang dari tokoh-tokoh masyarakat yang melihat potensi besar dalam diri Andy.
Mereka yakin, dedikasi dan ketulusan yang Andy perlihatkan dalam dunia pendidikan dapat diaplikasikan untuk memberikan dampak yang lebih luas lagi melalui peran legislatif.
Dengan berat hati namun penuh semangat, Andy melepas jabatannya sebagai guru untuk fokus menjadi ‘pelayan rakyat’.
Apa yang menarik dari sosok Andy adalah kebiasaannya yang tetap sederhana meskipun sudah menjadi bagian dari dunia politik yang sering kali diidentikkan dengan kemewahan dan kekuasaan.
Andy dikenal sebagai pejabat yang ‘tidak terlihat’ seperti pejabat. Cara berinteraksi, cara berbicara, hingga tempat tinggalnya yang sederhana, menunjukkan sosok yang tak pernah lepas dari akar pendidikannya.
Rumah Andy, yang tidak banyak orang percaya sebagai rumah seorang politisi senior, juga menjadi saksi bisu bagaimana ia membagi hidup dengan anak-anak guru ngaji dari tetangga.
Interaksi di rumahnya lebih mirip antara guru dan murid, menunjukkan bahwa esensi pendidikan tidak pernah lepas darinya.
Kisah Andy Suparto menjadi bukti bahwa latar belakang pendidikan dan ketulusan dalam berbagi pengetahuan dapat menjadi modal besar dalam melayani masyarakat di ranah yang lebih luas.
Ini adalah narasi tentang bagaimana seorang guru memperluas kelasnya dari ruangan belajar ke panggung politik, tidak untuk kekuasaan, melainkan untuk kemanusiaan dan dedikasi kepada rakyat.
Andy Suparto, dari guru ke politisi, menceritakan kembali esensi sejati pelayanan publik: bahwa di hati politik yang seringkali keras dan penuh pertarungan, masih ada ruang untuk kelembutan, pendidikan, dan perubahan sosial yang berarti.***






